Makassar (ANTARA News) - Otonomi melalui desentralisasi hampir 12 tahun di Indonesia ternyata belum mampu menyejahterakan rakyat, karena terus terjadi ketimpangan struktural, sebab kontribusi perekonomian Indonesia 67,7 persen 2008 bersumber dari Jawa.

Ironisnya lagi, separuh dari kontribusi itu bersumber dari kawasan Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), kata Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Robert Simandjuntak dalam seminar nasional yang dilaksanakan memperingati HUT ke-62 Fakultas Ekonomi Unhas, di Makassar, Senin.

"Jadi di luar Jawa hanya memberi kontribusi tidak lebih dari 30 persen dan belum merata, sementara penduduk negara ini dari 237 juta, 130 juta jiwa di antaranya tinggal di Jawa," ucapnya.

Menurut Simandjuntak, setiap tahun DPR selalu mendesak penambahan anggaran bagi kawasan di luar Jawa dan Indonesia Timur khususnya, namun pengaruhnya terhadap distribusi pemerataan sama sekali tidak terlalu signifikan.

Penyebabnya, pembelian barang-barang dan jasa masih lebih dominan dipasok oleh ekonomi di Pulau Jawa.

"Spending (pembelanjaan) dari upah sebagian keluar dari daerah Kawasan Timur Indonesia ke Jawa. Otonomi ini belum menolong, sementara sumber daya manusia yang digunakan masih itu-itu juga. Ini merupakan masalah besar bagi kita," kata Simandjuntak yang tampil bareng dengan Dr Hamid Paddu, M.A, Drs Sawedi Muhammad, MM (mewakili PT Inco), dan Dr Idris Patarai, MSi mewakili Pemkot Makassar.

Menurut Simandjuntak, solusi untuk mengatasi ketimpangan struktural ini adalah dengan membangun infrastruktur, jaringan tranportasi yang memadai, industri, dan kawasan pengembangan khusus atau kawasan pengembangan terpadu (Kapet).

Kapet yang semestinya dapat mengandalkan produk-produk unggulan, ternyata belum ada yang berhasil.

Jadi, desentralisasi fiskal belum mampu menciptakan kesejahteraan rakyat yang menjadi slogan pemerintah. Pekerjaan rumah sekarang adalah diperlukan adanya imperative action (perintah aksi/kegiatan) dari pemerintah pusat untuk negara ini.

Upaya ini juga harus diimbangi oleh kelembagaan indeks pembangunan manusia provinsi (IPMP) harus menjamin kualitas pelayanan. Sinergi program dan anggaran untuk meningkatkan kualitas promosi investasi daerah.

"Langkah yang paling perlu dilakukan pemerintah pusat adalah bagaimana mengalihkan ekonomi dari daerah tertentu (pertumbuhan tinggi) agar bisa menyebar secara merata ke daerah lain yang masih mengalami ketimpangan," ujarnya. (ANT-102/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010