Marrakech, Maroko (ANTARA News/AFP) - Pemimpin dunia berdiskusi tentang kerangka pemerintahan global pada akhir pekan menjelang pertemuan G20 di Seoul bersama Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki Moon, yang menegaskan, tidak ada kekuasaan tunggal yang dapat mengatasi isu-isu kunci sendirian.
Wakil Menteri Luar Negeri China Fu Ying di World Policy Conference (WPC) di Marrakech mengatakan: "Kita menghadapi tantangan di depan mata," dan menambahkan "kita harus mencari cara yang lebih baik untuk bekerja sama untuk mencapai suatu kemitraan."
Forum itu juga diikuti oleh presiden Bank Sentral Eropa Jean-Claude Trichet, Komisioner Uni Eropa Joaquin Almunia, menteri-menteri, serta pemimpin bisnis dan sosial.
Dengan pertemuan G20 pada 11-12 November didominasi oleh perselisihan nilai tukar dan ancaman penerapan tindakan proteksionisme, maka isu pemerintahan global di bidang finansial, ekonomi, dan politik sangat tepat.
"Tidak ada negara atau kelompok --seberapa pun kuatnya-- dapat menghadapi isu saat ini sendirian," kata Ban dalam sambutannya.
Ban menekankan tiga tonggak fokus yaitu membantu masyarakat yang miskin dan rentan, berjuang melawan bencana akibat iklim, dan isu "generasi baru" seperti migrasi, penelitian kesehatan, dan berperang melawan kejahatan terorganisasi dan terorisme.
Para pemimpin perlu berjuang khususnya "bagi perekonomian dunia bagi seluruh penduduk dan bukan hanya bagi sekelompok kecil masyarakat yang beruntung," kata Sekjen PBB itu.
Almunia mengatakan ke-27 negara anggota UE perlu meningkatkan kohesi untuk berkontribusi dalam kepemimpinan global dan juga memberikan ruang bagi "emerging countries" untuk berbicara di institusi seperti Dana Moneter Internasional (IMF).
Merujuk pada pembicaraan sebelumnya dengan para pemimpin dari China, "emerging countries", dan Amerika Serikat, Almunia melihat kalau Eropa punya satu posisi "sehingga tidak membutuhkan delapan negara Eropa di satu meja perundingan."
Satu sub forum menyebut fokus pertemuan di Korea "sebaiknya juga membahas isu kelebihan-perwakilan EU di G20".
G20 telah muncul menjadi format yang disukai bagi diskusi global karena merepresentasikan 66 persen populasi dunia dan 85 persen total produksi dunia, namun disebut oleh peneliti Wonhyuk Lim dari Korea Selatan dan rekannya Francoise Nicolas dari Prancis sebagai "kelompok yang membuat dirinya sendiri tanpa ada dasar legal".
Prancis akan mendapat jatah ketua G20 setelah dari Korsel bulan depan.
Kelompok itu sekarang harus "melakukan mekanisme manajemen krisis perubahan untuk menjadi instrumen permanen dari pemerintah global," kata akademisi itu.
Trichet mengatakan pemerintahan semacam itu perlu memperkuat diri dalam bidang finansial secara khusus, dan memperingatkan kalau reaksi atas globalisasi berarti "lebih banyak tekanan proteksionis yang mungkin terjadi dalam hubungan."
Bertumbuhnya perselisihan di atas tingkat yang sepantasnya untuk mata uang seperti dolar, euro, yen, yuan, real Brazil, won Korea, dan baht Thailand membuat negara-negara melakukan tindakan yang menurut beberapa pengamat memulai apa yang disebut "perang mata uang".
"Good governance" lebih dari pemerintah biasa, kata Mohamed Ibrahim, seorang keturunan Inggris-Sudan, pendiri Ibrahim Foundation yang menciptakan indeks pemerintahan Afrika yang terdiri atas 88 aspek.
Ibrahim meminta pemimpin Eropa untuk bekerja di masalah korupsi, mengatakan kepada para pengusaha: "Kita tidak akan memiliki "good governance" di Afrika bila kalian merusak atau melakukan tindakan sikut-menyikut yang sering kalian lakukan semacam ini."
Ia menunjuk aturan mengenai energi, pertambangan dan perusahaan minyak di Amerika Serika yang mempublikasikan kontrak mereka dan bertanya kepada para pemimpin politik: "Di manakah landasan moral Eropa?
"Kapan Eropa akan seperti AS dan menerapkan aturan yang sama?"
Fu dari China menggambarkan forum WPC sebagai "sarana yang membukakan mata,"
"Dalam abad ke-21, konsensus tumbuh di dunia agar tidak terpecah lagi secara ideologi, ras, dan perbedaan lainya," katanya dalam pidatonya.
"Mengubah struktur yang ada memang tidak mudah," tambahnya namun "hal itu mungkin menjadi yang pertama di dunia yang ingin kita ubah agar menjadi lebih damai."
(Uu.KR-DLN/H-AK/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010