"Saya sedih, saya juga dapat masukan banyak yang isolasi mandiri meninggal, penyebabnya banyak, bukan hanya karena tidak diterima di rumah sakit, tapi rupanya orang yang sakit di banyak daerah masih dilihat sebagai orang yang ternoda, terhukum, orang yang tidak baik perilakunya," kata Menkes Budi Gunadi di Kantor Presiden Jakarta, Senin.
Karena masih ada pandangan seperti itu di masyarakat maka, mereka yang terpapar COVID-19 pun enggan untuk dites.
Baca juga: Menkes imbau masyarakat bahwa pasien terpapar COVID-19 bukanlah aib
"Jadi kasihan orang-orang ini, mereka tidak mau dites, tidak mau lapor karena ada beban sosial padahal sakit COVID-19 itu bukan aib, justru kalau saudara kita sakit harus dibantu, jangan diaibkan, nanti malah tidak mau lapor, telat masuk rumah sakit dan kematian jadi tinggi," ungkap Budi Gunadi
Ia pun meminta agar masyarakat yang sudah bergejala COVID-19 maupun terpapar dari pasien COVID-19 lain agar segera lapor ke rumah sakit, puskesmas atau dokter agar dites secara cepat.
"Supaya bisa tahu level keparahannya seperti apa dan 'ditreatment' sesuai keparahannya, mudah-mudahan dengan itu bisa mengurangi kematian," tambah Budi.
Tingginya kasus kematian yang terjadi pada beberapa hari terakhir menurut Budi Gunadi juga mendapat atensi Presiden Jokowi.
"Tingginya jumlah pasien yang wafat membuat Presiden terus memanggil saya, bagaimana caranya agar masyarakat kita itu tidak terus wafat? Saya sudah cek dengan banyak direktur rumah sakit penyebabnya telat masuk jadi saturasi (oksigennya) sudah sangat rendah," kata Budi.
Ia pun menyarankan agar masyarakat dapat mengukur saturasi oksigen secara mandiri dengan oxymeter.
"Kalau sudah di bawah 94 persen segera dibawa ke rumah sakit atau tempat isolasi terpusat. Kalau di atas 94 persen tidak usah dibawa, karena akan memenuhi rumah sakit, dibiarkan di rumah tapi yang penting ukur saturasi agar jangan sampai turun sampai 80 atau 70 sebab merasa sehat," ungkap Budi.
Baca juga: Menkes pastikan testing-tracing merata di 720 laboratorium Jawa-Bali
Menurut Budi Gunadi, bila mereka yang terpapar COVID-19 dapat terdeteksi dengan cepat maka kemungkinan besar dapat sembuh.
"Di seluruh dunia, dari pasien 100 yang sakit, yang masuk rumah sakit cuma 20 persen dan yang wafat mungkin sekitar 1,7 persen. Lebih rendah dari TBC atau HIV tapi harus dirawat dengan tepat dan cepat. Jadi kalau sudah positif cepat dites dan cepat diukur saturasi. Bila saturasi di atas 94 persen stay at home, Insya Allah akan sembuh," jelas Budi.
Berdasarkan data Satgas COVID-19 per 26 Juli 2021, total kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 3.184.733 kasus dengan penambahan dalam 24 jam tercatat sebanyak 28.228 orang. Adapun kasus aktif tercatat sebanyak 560.275 orang.
Pasien sembuh bertambah sebanyak 40.374 orang sehingga akumulasi total yang telah sembuh adalah 2.549.692 orang.
Sedangkan mereka yang meninggal karena terpapar COVID-19 bertambah 1.487 orang sehingga total kematian akibat COVID-19 di Indonesia adalah 84.766.
Baca juga: Menkes: Indonesia butuh 2.500 ton oksigen per hari
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021