Bantuan pemerintah terhadap sektor perikanan tangkap laut cukup signifikan, sekitar 140-210 juta dolar AS per tahun
Jakarta (ANTARA) - Hasil riset lembaga International Institute for Sustainable Development (IISD), WWF Indonesia, dan Marine Change menyebutkan efektivitas dari bantuan pemerintah ke sektor perikanan tangkap laut perlu dievaluasi agar tidak berpotensi menghasilkan praktek overfishing.
"Efektivitas dari berbagai kebijakan tersebut harus segera dievaluasi," ujar peneliti kebijakan program IISD Anissa Suharsono dalam rilis di Jakarta, Senin.
Menurut dia, bantuan pemerintah terhadap sektor perikanan tangkap laut cukup signifikan, sekitar 140-210 juta dolar AS per tahun, namun dinilai masih belum jelas apakah bentuk bantuan pemerintah tersebut memberi dampak sosial ekonomi yang diharapkan, tanpa menyebabkan beban kerusakan lingkungan untuk sektor tersebut.
Laporan kajian tersebut menyebutkan adanya beberapa bentuk bantuan pemerintah yang dapat mengakibatkan upaya penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) dan tidak efektif dalam mendukung komunitas perikanan dalam jangka panjang, khususnya untuk para nelayan.
Ia mengemukakan, walaupun berbagai bantuan pemerintah memiliki peran penting dalam mencapai tujuan kebijakan publik, seperti pengentasan kemiskinan, tapi tidak semua bentuk bantuan tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Seiring dengan kondisi sosial ekonomi komunitas nelayan yang bergantung pada sektor perikanan, lanjutnya, ada beberapa bentuk bantuan pemerintah berpotensi membahayakan keberlanjutan sektor tersebut.
Ia mencontohkan, di level pusat, kebijakan bantuan bahan bakar, berbagai program pengembangan pembangunan, pemeliharaan dan akses terhadap infrastruktur perikanan secara bersama-sama menyumbang sekitar 90 persen terhadap seluruh bantuan yang diberikan pemerintah sepanjang 2017 hingga 2020.
Akan tetapi, sistem distribusi bahan bakar saat ini, yang mewakili sekitar 50 persen dari bentuk bantuan tahunan pemerintah pusat terhadap sektor perikanan pada 2017 hingga 2020, dinilai dapat memicu penangkapan ikan secara berlebihan.
Penelitian awal juga menunjukkan bahwa bantuan bahan bakar lebih menguntungkan pemilik kapal ketimbang para nelayan yang seharusnya adalah sasaran utama dari program ini, dan juga sulit diakses oleh komunitas perikanan di daerah-daerah terpencil.
Selain itu, ujar dia, industri pembuatan kapal dan upaya peningkatan pendapatan, pemasaran, dan promosi dari masyarakat perikanan atau manajemen perikanan hanya memperoleh nilai bantuan yang cukup kecil.
Di level provinsi, ada pula bentuk bantuan difokuskan pada pemberian dan modernisasi kapal penangkap ikan, termasuk mesin-mesin dan peralatan penangkap ikan, yang besarnya 60-80 persen dari total pengeluaran para nelayan di Maluku dan Sulawesi Utara.
"Meskipun ada ketidakpastian mengenai kesetaraan dan keefektifan dalam membantu kelompok nelayan yang paling rentan, bentuk-bentuk bantuan ini sebagian besar ditargetkan untuk penangkapan ikan pelagis, yang status stok untuk sebagian di antaranya sudah berada di level fully-exploited bahkan over-exploited," paparnya.
Sementara itu, Manajer Perikanan dan Akuakultur WWF Indonesia Cut Desyana menyatakan sektor perikanan adalah salah satu kunci bagi pengembangan berkelanjutan di Indonesia, karena merupakan sumber penting untuk pangan, penyedia lapangan kerja, dan pendapatan.
Untuk itu, Cut menekankan pentingnya untuk memastikan bantuan pemerintah bisa mendukung kemampuan sektor perikanan untuk menyediakan ketahanan pangan dan mata pencaharian bagi penduduk lokal secara berkelanjutan.
Sedangkan peneliti Marine Change, Sari Tolvanen menyarankan pemerintah sebaiknya melakukan kajian mendalam terhadap dampak sosial ekonomi dan lingkungan dari bantuan bahan bakar di tingkat pusat, dan kategori dukungan biaya tetap di tingkat provinsi.
Baca juga: KKP ajak unit pengolahan ikan hasilkan produk bebas risiko COVID-19
Baca juga: KSP dorong optimalisasi penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan
Baca juga: KKP gunakan mitigasi berbasis laut untuk kurangi pemakaian BBM
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021