Yogyakarta (ANTARA News) - Salawatan pesantren dapat dikategorikan sebagai seni musik, karena memiliki melodi seperti lagu pada umumnya, kata pengamat seni musik dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta Andre Indrawan.
"Selain itu, dimensi musikal relijius salawatan juga tercermin dalam pembacaan doa dan bait-bait riwayat," katanya saat memaparkan hasil penelitiannya berjudul Salawatan pada Kultur dan Subkultur Pesantren Tradisional, di Yogyakarta, Sabtu.
Ia mengatakan seni pertunjukan salawatan pada dasarnya adalah representasi dari pembacaan kitab-kitab "mawlid" yang bentuk penyajian aslinya masih dipraktikkan dalam kultur pesantren tradisional.
Model salawatan pesantren tersebut, menurut dia ternyata juga dipraktikkan oleh masyarakat subkultur pesantren yang berlokasi di luar kompleks pesantren.
"Meskipun keberadaan pengaruh budaya musik pop tidak dapat dipungkiri keberadaannya, struktur pokok salawatan pesantren masih tetap bertahan, karena tetap mengacu pada teks aslinya," katanya.
Ia mengatakan pembacaan musikal itu memiliki kecenderungan monoton dalam pengertian selalu menuju ke nada pusat, meskipun dibawakan dengan improvisasi melodis yang fluktuatif dalam batasan "tat abaca tajwid".
"Lagu-lagu salawatan menggunakan melodi sekuler yang dipenuhi oleh lompatan-lompatan tonal yang normatif, pengulangan frase-frase melodis yang dipengaruhi oleh pengolahan lirik, dan mengindikasikan kecenderungan monotonus yang merupakan sifat melodi relijius," katanya.
Menurut dia, karakteristik hubungan di antara salawatan pesantren dengan variannya terlihat pada dominasi pengaruh Islam dan lokal. Semakin dekat keberadaan seni pertunjukan Islamis nonpesantren dengan kultur pesantren, maka muatan Islam pada seni tersebut berkurang, begitu pula sebaiknya.
"Oleh karena itu, refleksi musikal dalam wujud tindakan positif terhadap fenomena interpretasi hukum musik dalam Islam," katanya.
Ia mengatakan salawatan pesantren yang dikaji meliputi dua varian, yakni Simthuddurrar dalam peringatan Hari Asyura di Pondok Pesantren Al Munawwir, dan Haul Kyai Nur Iman di halaman Masjid Jami` Mlangi, serta Dzibaiyah dalam acara mingguan santri dan peringatan tahunan Muharoman di PP Al Munawwir.
"Sampel varian salawatan nonpesantren direkam di beberapa lokasi penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yakni Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta," katanya.(*)
B015/M008
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010