Aden, Yaman (ANTARA News) - Mayat tiga prajurit yang mencakup seorang perwira yang tewas dalam serangan bergaya Al-Qaeda di Yaman selatan ditemukan Jumat, sehingga jumlah kematian dalam insiden itu menjadi lima, kata seorang pejabat keamanan.

"Kami menemukan mayat tiga prajurit pada Jumat pagi dan mengidentifikasi perwira setelah kami menemukan pangkatnya (di kartu identitasnya) di saku bajunya," kata pejabat itu.

Satu sumber medis dari sebuah rumah sakit pemerintah di kota pelabuhan Aden, Yaman selatan, mengkonfirmasi jasad ketiga prajurit itu telah dibawa ke kamar mayat "pada Jumat siang, termasuk seorang perwira yang berpangkat mayor".

Dengan penemuan ketiga mayat itu, jumlah kematian menjadi lima dalam serangan terhadap sebuah konvoi militer di provinsi Abyan pada Kamis.

"Lima orang yang mencakup satu perwira tewas dalam serangan yang ditujukan pada konvoi militer yang bergerak dari Loder ke Mudia pada Kamis malam dan delapan orang lain cedera," kata pejabat keamanan itu kepada AFP.

"Peledak, senapan mesin dan granat roket digunakan dalam serangan itu," tambah pejabat itu, yang menyalahkan serangan tersebut pada Al-Qaeda.

"Al-Qaeda telah kembali ke Loder," katanya, menunjuk pada kota dimana bentrokan-bentrokan menewaskan 33 orang pada Agustus, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas angka-angka resmi.

Bentrokan-bentrokan sengit di Loder antara militan Al-Qaeda dan militer pada Agustus menewaskan 19 militan, 11 prajurit dan tiga warga sipil.

Sejak bentrokan-bentrokan Agustus, pasukan keamanan Yaman telah menangkap sejumlah tersangka anggota Al-Qaeda di Loder, termasuk seorang pemimpin bernama Salah al-Dabani, kata kementerian dalam negeri.

Yaman selatan dikhawatirkan menjadi pangkalan Al-Qaeda yang menyatukan diri lagi, di bawah jaringan lokal Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).

Wilayah selatan juga berulang kali menjadi lokasi protes dan kerusuhan separatis dimana penduduk selatan mengeluhkan diskriminasi oleh pemerintah Sanaa menyangkut alokasi sumber daya.

Yaman adalah negara leluhur pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh telah mendesak rakyat Yaman tidak mendengarkan seruan-seruan pemisahan diri, yang katanya sama dengan pengkhianatan.

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Sanaa menyatakan, pasukan Yaman membunuh puluhan anggota Al-Qaeda dalam dua serangan pada Desember.

Kedutaan Besar Inggris di Sanaa juga menjadi sasaran rencana serangan bunuh diri Al-Qaeda yang digagalkan aparat keamanan Yaman pada pertengahan Desember 2009.

Sebuah sel Al-Qaeda yang dihancurkan di Arhab, 35 kilometer sebelah utara ibukota Yaman tersebut, "bertujuan menyusup dan meledakkan sasaran-sasaran yang mencakup Kedutaan Besar Inggris, kepentingan asing dan bangunan pemerintah", menurut sebuah pernyataan yang dipasang di situs 26Sep.net surat kabar kementerian pertahanan.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.
(M014/S008)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010