Prinsipnya adalah orang yang sakit atau yang positif terinfeksi COVID-19 harus cepat mendapat tempat perawatan dan cepat dirawatJakarta (ANTARA) - Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mendorong pemerintah memberikan edukasi dasar medis kepada warga sebagai upaya menekan angka kematian pasien COVID-19 di luar fasilitas pelayanan rumah sakit.
"Usulan yang kita sampaikan adalah membentuk satuan tugas (satgas) RT/RW yang kemudian kita edukasi agar mereka bisa memantau wilayah. Sebab dukungan dari komunitas juga penting," kata Ketua Tim Mitigasi PB IDI Adib Khumaidi saat dikonfirmasi ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Jumat sore.
Ia mengatakan penting bagi warga di level komunitas RT/RW untuk bisa menilai kondisi kegawatan pasien COVID-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman) di luar fasilitas pelayanan rumah sakit, salah satunya rumah tinggal.
Ada tiga hal yang menurut Adib bisa dicermati masyarakat untuk menilai kondisi pasien harus dibawa ke rumah sakit.
"Satu, kondisi klinisnya, kalau pasien dalam kondisi lemah saya kira harus segera dibawa ke rumah sakit," katanya.
Kedua, mengecek pernapasan pasien. Bagi pasien dewasa dapat dilihat berdasarkan interval embusan napas, jika sudah lebih dari 20 kali per menit berarti terjadi gangguan sesak, sedangkan pada anak-anak interval napas lebih dari 30 kali per menit perlu segera dibawa ke rumah sakit.
Baca juga: Gubernur Jawa Tengah minta warga yang jalani isoman melapor ke RT/RW
Hal ketiga, memantau saturasi oksigen pasien menggunakan alat oximeter. Jika angkanya menunjukkan kurang dari 94, maka terjadi penurunan kadar oksigen di dalam tubuh pasien.
"Kalau oksigennya turun, maka perlu segera di bawa ke rumah sakit," ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum IDI Daeng M. Faqih mengatakan pasien COVID-19 bergejala sedang hingga kritis perlu segara memperoleh perawatan di rumah sakit untuk mengantisipasi angka kematian warga yang menjalani isoman.
"Prinsipnya adalah orang yang sakit atau yang positif terinfeksi COVID-19 harus cepat mendapat tempat perawatan dan cepat dirawat," katanya.
Ia mengatakan terdapat lima fase orang dengan gejala terinfeksi COVID-19, yakni orang tanpa gejala (OTG) atau asimptomatik, pasien dengan gejala ringan, pasien bergejala sedang, pasien bergejala berat hingga pasien dalam keadaan kritis.
"Untuk yang OTG dan gejala ringan dirawat dengan isoman, baik di rumah maupun di tempat isoman terpusat atau terkendali. Namun untuk yang bergejala sedang hingga kritis harus dirawat di rumah sakit," katanya.
Baca juga: Sleman siapkan puskesmas 24 jam dan obat gratis bagi warga yang isoman
Sebelumnya, pada agenda konferensi virtual bertema "Puncak Gunung Es Kematian COVID-19 di Luar Fasilitas Kesehatan", Data analyst LaporCovid-19 Said Fariz Hibban melaporkan terdapat 2.313 pasien isoman COVID-19 yang meninggal dunia di luar rumah sakit hingga Kamis (22/7).
"Total kematian isoman dan di luar RS sebanyak 2.313. Ini sumbangsih dari rekap lapor COVID-19 sebanyak 1.901, rekapitulasi CISDI 412, rekap dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta 1.161," katanya.
Tim Lapor COVID-19 juga menginformasikan pasien isoman yang meninggal paling tinggi terjadi pada 29, 30, dan 13 hingga 14 Juli 2021.
Baca juga: Pemkot Jakpus minta RT pantau 6.478 warga yang masih jalani isoman
Baca juga: Pekan depan, Presiden akan bagikan obat bagi pasien isoman tak mampu
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021