Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan, tidak terlibat dalam rencana aksi "penggulingan" pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono pada 20 Oktober .
Ketua Umum PBNU, Said Agil Siraj usai diterima Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Jumat, mengatakan, ruangan di lantai 8 Kantor PBNU memang disewakan untuk menggelar rapar-rapat.
"Ruangan di lantai 8 itu memang disewakan. Itu tidak terkait dengan PBNU. Kalaupun kita tahu rapatnya soal itu, kita akan larang," kata Said.
Sementara itu, Ketua PBNU, Slamet Effendi Yusuf menegaskan, PBNU menolak aksi inkonstitusional "menggulingkan" pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.
"Namun, Presiden juga harus mendengar suara rakyat yang tidak puas," ujarnya.
Slamet menambahkan, Presiden harus berani menerima kritik dari masyarakat.
"Apabila Presiden tidak melakukan tindakan melanggar hukum, kami tidak setuju dengan gerakan-gerakan penjatuhan sepeti itu," kata Slamet menegaskan.
Menurut Slamet, jika penggulingan dipaksakan, maka hanya ada dua cara, yakni revolusi dan kudeta. "Namun, kedua cara itu hanya akan merugikan rakyat banyak. Elit tidak terlalu merasakan," tuturnya.
Sebelumnya sejumlah tokoh nasional bertemu di kantor PP Muhammadiyah, menilai isu rencana penggulingan itu merupakan sebuah tindakan kontraproduktif dan merugikan rakyat.
(R018/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010