pengurangan pembatasan atau hambatan dalam perdagangan pangan dapat meningkatkan ketersediaan, membuat harga lebih terjangkau, dan memperluas pilihan makanan yang dapat diakses masyarakat.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arumdriya Murwani mengatakan pelonggaran hambatan atas kebijakan non-tariff measures (NTM) atau hambatan non-tarif akan meningkatkan status gizi penduduk.
”Kebijakan perdagangan Indonesia cenderung menggunakan kebijakan non-tarif. Kebijakan seperti ini diwujudkan dengan berbagai regulasi yang membatasi perdagangan internasional, seperti memberikan persyaratan izin impor yang bertele-tele, pembatasan jumlah importir dan masih banyak lagi,” ujar Arumdriya Murwani dalam keterangan pers, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pengurangan pembatasan atau hambatan dalam perdagangan pangan dapat meningkatkan ketersediaan, membuat harga lebih terjangkau, dan memperluas pilihan makanan yang dapat diakses masyarakat.
Meski semenjak krisis finansial Asia tahun 1998 banyak tarif impor telah dilonggarkan untuk berbagai barang, lanjut dia, namun tren peningkatan kebijakan proteksionisme perdagangan dalam bentuk kebijakan NTM juga terjadi.
Baca juga: Kemendag butuh dukungan kementerian lain, rumuskan hambatan nontarif
Ia memaparkan, hambatan-hambatan seperti monopoli impor beras dan pembatasan pelaku impor, serta akses ke pasar daging sapi, berdampak pada harga pangan dalam negeri.
Penelitian CIPS mengungkapkan bahwa penurunan tingkat konsumsi pangan secara umum sangat berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya anak stunting dalam sebuah rumah tangga.
Lebih lanjut, riset tersebut menjelaskan bahwa berkurangnya konsumsi daging sapi sebesar 1 kg, akan meningkatkan probabilitas rumah tangga untuk memiliki anak stunting sebesar 1,52 persen.
Baca juga: Peneliti: Penghapusan hambatan non tarif kurangi angka kemiskinan
“Konsumsi daging sapi per kapita di Indonesia relatif rendah, yaitu sebesar 2,39 kg, dibandingkan dengan Filipina yang sebesar 3,25 kg dan Malaysia yang sebesar 4,8 kg. Kalau konsumsi daging sapi di Indonesia dapat menyamai angka tersebut, maka hal itu dapat menurunkan probabilitas stunting sebesar 0,41 persen dan 0,6 persen secara berurutan,” papar dia.
CIPS merekomendasikan agar pemerintah mengkaji ulang dampak dari kebijakan NTM untuk mendukung keamanan pangan domestik secara lebih efektif dan mengurangi efek distorsi pasar yang berlebihan.
Selain itu, disarankan juga agar pemerintah mendukung produsen lokal dalam mengakses asupan bermutu serta meningkatkan produktivitas pertanian untuk menjaga ketahanan pangan.
Baca juga: Peneliti: kebijakan perdagangan Indonesia perlu lebih terbuka
Baca juga: Mengurai hambatan perdagangan selaras menegakkan ketahanan pangan
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas/M Razi Rahman
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021