Jakarta (ANTARA News) - Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI) menyatakan bahwa ARV sebagai obat penyakit AIDS terancam keberadaannya di Indonesia Uni Eropa dan India menandatangani Free Trade Area (FTA)..
Penandatanganan itu, menurut siaran pers JOTHI di Jakarta, Kamis, berdampak pada pembatasan akses terhadap obat generik khususnya obat ARV sebagai obat AIDS.
"Kami meminta Pemerintah India untuk tidak menandatangani FTA dimaksud dengan klausul pengawasan paten tersebut demi kebaikan kemanusiaan," kata siaran pers tersebut.
JOTHI juga menyatakan bahwa Pemerintah Uni Eropa mendorong kebijakan agresif pembatasan akses terhadap obat generik. Jika pihak Uni Eropa berhasil mendorong kebijakan ini, jutaan orang di seluruh dunia akan merasakan kesakitan dan kematian akibat AIDS.
Mirisnya hal ini kemungkinan dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan Uni Eropa dari krisis ekonomi yang mungkin sebenarnya adalah upaya mempertahankan keuntungan ekonomi besar dengan motif keserakahan.
FTA Uni Eropa – India adalah skenario pembunuhan massal dengan motif keserakahan ekonomi. Sementara itu, pihak India juga pernah menyampaikan bahwa apapun yang terjadi, India tidak akan pernah menandatangani perjanjian FTA dengan Uni Eropa.
India telah menyediakan lebih dari 80 persen pengobatan HIV di negara-negara berkembang seluruh dunia, sehingga alasan tersebut yang mengharuskan India untuk tetap melakukan produksi obat generik bagi kebutuhan dunia.
"Kami meminta Pemerintah India untuk mengusut tuntas peristiwa kekerasan dan penculikan di India terhadap aktifis yang menyuarakan penolakan terhadap FTA Uni Eropa dengan India," ungkap Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia.
Aksi yang sama juga terjadi di banyak tempat di seluruh dunia untuk menolak penandatanganan perjanjian FTA antara Uni Eropa dengan India yang diprediksi sebagai sebuah kejahatan terhadap kesehatan masyarakat.
Disadari bahwa upaya perjuangan ini bukanlah hal yang ringan, sebagai contoh adalah terjadinya kekerasan dan penculikan terhadap aktifis di India ketika mereka menyuarakan penolakan atas penandatanganan FTA Uni Eropa-India yang mencantumkan pengawasan hak paten berdampak negatif pada obat generik dimaksud.
FTA Uni Eropa – India menjadi mesin pembunuh massal di seluruh dunia jutaan pengidap AIDS. Di Indonesia, FTA ini akan menghambat Instruksi Presiden RI No.3 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pengobatan ARV sebagai skenario pencapaian MDGs indikator 6 di Indonesia yaitu perang terhadap IV/AIDS dan penyakit lainnya.
JOTHI mengumumkan perlawanan terbuka dan menyatakan menolak FTA Uni Eropa dan India. JOTHI juga meminta agar Pemerintah Indonesia berkomitmen menyelamatkan lebih dari 1 juta jiwa penduduk Indonesia yang diprediksikan terinfeksi HIV hingga pada tahun 2015, dengan segera mengembangkan kapasitas produksi ARV generik dalam negeri dengan harga yang terjangkau setidaknya di bawah Rp2.500.000/pasien/tahun.
(yud/B010)
Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010