Artefak yang dipulangkan hari ini adalah bagian dari kekayaan sejarah budaya Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Tiga objek diduga cagar budaya (ODCB) Indonesia dikembalikan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) yang diwakili Jaksa Wilayah New York Cyrus Vance, Jr. kepada Konsul Jenderal RI di New York, Arifi Saiman, pada Rabu (21/7).
Benda cagar budaya itu adalah patung Dewa Siwa (6x4x8,25 inci) yang bernilai sekitar Rp186,3 juta, patung Dewi Parwati (5,5x4,5x7,5 inci) bernilai sekitar Rp467,8 juta, dan patung Dewa Ganesha (3x2,5x4,5 inci) bernilai sekitar Rp596,8 juta.
Dalam keterangan tertulisnya, Kamis, Konjen RI menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap jasa Jaksa New York dan Deputi Agen Khusus Investigasi Keamanan Dalam Negeri AS (HSI) Erik Rosenblatt beserta jajarannya yang berhasil mengupayakan pengembalian tiga artefak tersebut.
Konjen Arifi juga mengatakan akan selalu mendukung upaya penyelidikan artefak-artefak lain yang diduga diselundupkan dari Indonesia ke AS, sehingga pada akhirnya dapat dikembalikan kepada pemerintah Indonesia.
Dalam keterangan terpisah, Jaksa Vance menyatakan bahwa kejahatan warisan budaya yang melibatkan penjarahan dan penjualan ilegal artefak kuno merupakan serangan terhadap mata rantai yang tak terpisahkan dari sejarah suatu bangsa hingga saat ini dan masa depan.
Baca juga: Tim cagar budaya temukan fragmen gerabah di situs Sambimaya Indramayu
“Saya merasa terhormat untuk mengembalikan tiga benda indah ini kembali ke pemiliknya yang sah, rakyat Indonesia. Saya ingin berterima kasih kepada Unit Perdagangan Barang Antik di kantor saya dan mitra kami di Investigasi Keamanan Dalam Negeri atas upaya tanpa henti mereka yang telah menghasilkan hampir 400 harta yang dikembalikan ke 11 negara selama setahun terakhir. Saya menantikan pemulangan lebih lanjut dalam waktu dekat,” ujar dia, mengutip pernyataan yang dirilis di situs resmi Kejaksaan New York.
Sementara itu, Agen Khusus Penanggung Jawab HSI New York Peter C Fitzhugh menegaskan pentingnya penyitaan benda-benda cagar budaya dan pengembalian ke negara asal untuk menyoroti kerja sama dan upaya berkelanjutan oleh lembaga dan pemerintah AS untuk melindungi sejarah budaya bagi generasi mendatang.
“Artefak yang dipulangkan hari ini adalah bagian dari kekayaan sejarah budaya Indonesia,” kata Fitzhugh.
Penyelidikan
Tiga benda cagar budaya yang dikembalikan ke Indonesia itu disita berdasarkan penyelidikan terhadap Subash Kapoor.
Selama bertahun-tahun, Unit Perdagangan Barang Antik Kejaksaan New York, bersama penegak hukum di HSI, telah menyelidiki Kapoor dan rekan konspiratornya untuk penjarahan ilegal, ekspor, dan penjualan seni kuno dari Sri Lanka, India, Pakistan, Afghanistan, Kamboja, Thailand, Nepal, Indonesia, Myanmar, dan negara-negara lain.
Kapoor dan terdakwa lain umumnya menyelundupkan barang antik yang dijarah ke Manhattan dan menjualnya di galeri yang berbasis di Madison Avenue, Art of the Past.
Baca juga: Tim cagar budaya temukan struktur bangunan situs Sambimaya Indramayu
Dari 2011 hingga 2020, kantor kejaksaan dan HSI menemukan lebih dari 2.500 barang yang diperdagangkan oleh Kapoor dan jaringannya. Nilai total benda-benda yang ditemukan melebihi 143 juta dolar AS (sekitar Rp2 triliun).
Kantor kejaksaan pertama kali mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Kapoor pada 2012. Pada Juli 2019, pengaduan dan serangkaian surat perintah penangkapan untuk Kapoor dan tujuh terdakwa lainnya diajukan dan surat dakwaan diajukan pada Oktober 2019.
Pada Juli 2020, Kantor Kejaksaan Agung mengajukan dokumen ekstradisi untuk Kapoor, yang saat ini berada di penjara di India sambil menunggu penyelesaian persidangannya yang sedang berlangsung di Tamil Nadu.
Sejak Agustus 2020, Kantor Kejaksaan New York telah mengembalikan 393 barang antik ke 11 negara termasuk dalam beberapa bulan terakhir yaitu 12 harta ke China, 13 artefak ke Thailand, dan 33 relik ke Afghanistan.
Baca juga: Menjaga situs sejarah agar tak terkubur
Baca juga: Borobudur disiapkan sebagai laboratorium konservasi cagar budaya
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021