Menipisnya deposit mineral terestrial untuk logam

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan eksplorasi dan eksploitasi mineral laut dalam di Indonesia turut mendukung pengembangan teknologi ramah lingkungan.

"Mengapa mineral laut dalam menjadi sesuatu yang menarik dan penting? Hal ini sebagian besar disebabkan adanya kenyataan karena menipisnya deposit mineral terestrial untuk logam seperti tembaga, nikel, aluminium, mangan, seng, litium dan kobalt," kata Hammam dalam seminar virtual (webinar) dengan tema "Eksplorasi Mineral Laut Dalam di Indonesia: Potensi, Kebijakan, Tantangan dan Teknologi" di Jakarta, Kamis.

Selain itu, Hammam menuturkan permintaan logam tersebut juga meningkat untuk menghasilkan aplikasi atau produk berteknologi tinggi seperti telepon pintar (smartphone) dan teknologi hijau atau teknologi ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik, turbin angin, panel surya, dan baterai penyimpanan listrik.

Oleh karena itu, pada dekade terakhir ini, terdapat minat yang meningkat pada deposit mineral di laut dalam, yaitu wilayah laut di bawah 200 m dan mencakup sekitar 65 persen dari permukaan bumi.

Baca juga: Kapal riset BPPT teliti Laut Sulawesi

Baca juga: BPPT sempurnakan teknologi produksi cangkang kapsul rumput laut

Hammam mengatakan Bank Dunia memperkirakan bahwa akan membutuhkan lebih dari tiga miliar ton logam penting untuk menerapkan teknologi penyimpanan energi, teknologi surya dan angin yang diperlukan untuk membatasi perubahan iklim hingga di bawah 2°C.

Demikian pula, Institute for Sustainable Futures menghitung bahwa dalam skenario di mana kenaikan suhu global dibatasi hingga kurang dari 1,5 derajat, permintaan kobalt akan menjadi 423 persen dari cadangan yang diketahui pada tahun 2050. Untuk nikel akan menjadi 136 persen dan untuk lithium 280 persen. Jumlah itu dibutuhkan untuk energi dan penyimpanan terbarukan.

Menurut Hammam, peningkatan jumlah logam yang dibutuhkan untuk infrastruktur yang diperlukan tentu akan berdampak besar pada permintaan global.

Sebagai contoh produksi kendaraan listrik diproyeksikan meningkat dari 5 juta hari ini menjadi 245 juta pada tahun 2030, lebih dari 30 kali lipat di atas tingkat saat ini. Ada hampir satu miliar mobil penumpang di jalan hari ini dan menurut beberapa perkiraan yang bisa mencapai dua miliar pada tahun 2040.

Hammam menuturkan kendaraan listrik menggunakan setidaknya empat kali jumlah logam yang ditemukan di mobil bensin/solar. Suatu kendaraan listrik dengan baterai 75KWh membutuhkan 56 kilogram (kg) nikel, 12 kg mangan, 7 kg kobalt dan 85 kg tembaga untuk kabel listrik.

"Karena itu, sumber mineral laut dalam lah yang akan menjadi kunci jawaban di masa mendatang," ujarnya.

Baca juga: BPPT buat kliring teknologi-inovasi struktur tanggul untuk waduk laut

Baca juga: BPPT luncurkan cangkang kapsul rumput laut untuk kurangi impor gelatin

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021