Yogyakarta (ANTARA News) - Pameran lukisan "Ojo Dumeh" mencoba menghadirkan kesetaraan seniman dalam kehidupan sosial mereka untuk memberi warna dalam sebuah pameran yang digelar di Taman Budaya Yogyakarta, 9-16 Oktober 2010.

"Tiga seniman yang berpameran di sini adalah Marsekal Muda Sudjadijono, mantan Wakil Bupati Bantul Kolonel (purn) Totok Sudarto, dan Djoko Pekik, masing-masing seniman tersebut mencoba untuk menghadirkan kesetaraan pangkat dan kedudukan sosial mereka," kata kurator pameran "Ojo Dumeh" Kuss Indarto dalam catatan kuratorialnya.

Ia mengatakan bahwa Djoko Pekik mampu mengatasi noktah hitam masa lalunya sebagai seniman Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

"Bagi Totok Sudarto dan Sudjadijono, sebagai anggota purnawirawan dan anggota aktif Tentara Nasional Indonesia (TNI), mereka tidak ingin mewarisi kesumat institusionalnya di masa lalu," katanya.

Totok dan Sudjadijono, menurut Kriss, memilih untuk menjadikan masa lalu sebagai pelajaran berharga untuk mencapai kedewasaan duduk bersanding dengan mantan seniman Lekra.

"Sebagai ritus sosial, inilah contoh nyata untuk mengingatkan bahwa bangsa ini dapat didewasakan dengan praktik hidup bersama dalam level psikologis yang setara," katanya.

Ia mengatakan, tidak ada mantan wakil bupati, tidak ada jenderal, dan tidak ada seniman cemerlang yang harus mempertontonkan kepongahannya masing-masing dalam satu forum.

"Jika masyarakat dapat membaca pameran `Ojo Dumeh` secara cermat dan cerdas, pameran ini dapat ditelususri sebagai sebuah gambaran situasi sosial mutkhir di Indonesia," katanya.

Menurut dia, jika melihat dari sisi Sudjadijono, tafsir yang dapat diambil adalah jangan mentang-mentang berkuasa lalu tidak mau turun ke bawah dan duduk bersama.

"Sementara itu, dari sisi Djoko Pekik, dapat diambil premis jangan mentang-mentang seniman hebat lantas menjaga jarak dengan ruang sosial dan penghuninya yang selama ini turut mendukung prosesnya dalam berkarya," katanya.

Sedangkan dari sisi Totok sudarto, ia mengatakan dapat diambil pesan jangan mentang-mentang pernah memiliki kekuasaan, pengaruh, dan pengalaman lantas tidak mau belajar dari sesamanya.
(ANT/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010