Teheran (ANTARA News/Reuters) - Pengadilan Iran menangkap dua warga asing yang dituduh menyamar sebagai wartawan, kata kantor berita mahasiswa ISNA mengutip jaksa Iran, Senin.
"Dua warga asing yang menyamar sebagai wartawan telah ditangkap di Iran," kata penuntut umum Gholamhossein Mohseni-Ejei.
"Kami diberi tahu bahwa ... kedua orang itu berencana mewawancarai keluarga Sakineh Ashtiani ... Mereka memasuki Iran sebagai wisatawan dan melakukan wawancara dengan putranya," tambahnya.
Laporan ISNA itu tidak menyebutkan kewarganegaraan kedua warga asing itu.
Sakineh Mohammadi Ashtiani dihukum karena perzinahan, namun para pejabat Iran sebelumnya bulan ini menangguhkan eksekusinya dengan pelemparan batu setelah kecaman dari berbagai penjuru dunia selama beberapa pekan.
Ia dinyatakan bersalah melakukan perzinahan -- kejahatan yang bisa dikenai hukuman mati di republik Islam tersebut -- pada 2006. Ia juga dituduh terlibat dalam pembunuhan suaminya.
Perzinahan merupakan satu-satunya kejahatan yang dikenai hukuman mati dengan pelemparan batu berdasarkan hukum sharia, yang diberlakukan di Iran setelah revolusi Islam 1979, kata seorang pengacara kepada Reuters.
Hukuman mati untuk kasus pembunuhan di Iran adalah dengan penggantungan.
Di sela-sela sidang Majelis Umum PBB pada September, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menuduh media asing memalsukan berita dengan mengatakan Ashtiani tidak dijatuhi hukuman mati dengan pelemparan batu.
Iran menjadi sorotan dunia bukan karena masalah hukuman mati itu saja namun juga karena program nuklirnya yang kontroversial. Negara itu sudah dikenai tiga paket sanksi PBB karena penolakannya untuk menghentikan pengayaan uranium, salah satu dari sejumlah langkah penting untuk membuat energi nuklir bagi kepentingan-kepentingan sipil ataupun militer.
Ketegangan menyangkut program nuklir Iran memuncak setelah mereka menolak perjanjian nuklir yang ditengahi badan atom PBB itu dan juga mengumumkan rencana untuk membangun pabrik pengayaan uranium baru.
AS, Israel dan sejumlah negara Barat menuduh Iran menggunakan program nuklirnya sebagai selubung untuk membuat senjata atom, namun Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya hanya untuk kepentingan sipil damai.
Selain program nuklir, negara-negara Barat juga menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan pasca pemilihan presiden tahun lalu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.
Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan umum Juni 2009 yang disengketakan itu.
Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden itu, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.
Dua calon presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.
Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.
Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010