Bandarlampung (ANTARA) - Kehidupan manusia berabad silam masih menjadi misteri dan kajian yang diminati banyak manusia modern.
Beragam hal dilakukan untuk menyingkap tabir yang masih menutupi kisah hidup manusia tempo dulu di sejumlah daerah salah satunya Lampung.
Melalui artefak kebudayaan berupa warisan budaya benda dalam bentuk manuskrip kuno, tabir hidup masyarakat Lampung kuno dan perkembangan kebudayaan kini dapat terlihat dengan visus mata.
Provinsi Lampung atau yang juga dikenal sebagai "Sai Bumi Ruwa Jurai" tidak hanya kaya akan hasil bumi seperti lada, kopi, dan cengkih, tetapi juga kaya adat istiadat hingga budaya pun tanpa diragukan dapat memukau setiap orang yang mempelajarinya.
Melalui beragam jenis manuskrip kuno, filolog Lampung mulai menelisik beragam teka-teki atas kebudayaan yang berkembang di Lampung selama berabad silam.
Selembar buku lipat berbahan dluwang tua nan rapuh terlipat rapi dalam bungkus kertas karbon khusus di setiap bagiannya bersanding dengan bilah bambu berukuran 15 centimeter dengan vernis mengkilap, mampu menyibak kebudayaan ulun (orang) Lampung.
Guratan simbol visual yang sarat akan makna dan ekspresi jiwa tersusun rapi di atas dluwang yang telah berwarna cokelat pudar di bilah bambu.
Baca juga: Perpustakaan nasional konservasi ratusan manuskrip Aceh
Peta sebaran manuskrip
Aksara itu kini lazim dikenal oleh warga Lampung sebagai Had Lampung atau Kelebai Surat Lampung yang mencoba menuntun setiap mata pembacanya untuk kembali menyusuri kehidupan di "Sai Bumi Ruwa Jurai" ratusan tahun silam.
Beragam manuskrip yang ditemukan telah membuktikan bahwa masyarakat Lampung kuno telah ‘melek’ aksara dan gemar mengekpresikan perasaan melalui guratan-guratan Had Lampung kuno bahkan aksara Arab dan Palawa, serta gambar-gambar.
Salah seorang filolog manuskrip Lampung Lisa Misliani mengatakan dengan adanya manuskrip kuno tersebut masyarakat di masa modern dapat mengetahui bahwa sejak masa lampau masyarakat Lampung kuno telah mengerti cara membaca, menulis, bahkan mengekpresikan diri melalui gambar.
"Had Lampung seperti Ka-Ga-Nga-Pa, dengan tanda bunyi seperti ulan, teklubang, kelengiyah, rejenjung yang tertulis dalam sejumlah manuskrip juga telah menggambarkan adanya evolusi penggunaan aksara dalam kehidupan orang Lampung kuno, hingga menjadi aksara Lampung modern yang digunakan hingga saat ini," ujar filolog wanita asal Lampung itu.
Menurutnya, dengan membedah isi manuskrip kuno diketahui pula masyarakat Lampung kuno terbagi dalam beberapa kelompok yang memiliki kegemaran berbeda-beda dalam mengekspresikan diri.
Ada kelompok penyair yang gemar menggambarkan keadaan sekitar melalui prosa dengan bahasa yang indah, adapula kelompok yang bertugas untuk memperluas syiar keagamaan, kelompok yang melakukan pengobatan, dan adanya kebiasaan masyarakat adat yang membagikan silsilah keluarga.
Peta sebaran manuskrip dan kelompok masyarakat pun dapat tersaji, dimana manuskrip kuno berisikan prosa ataupun syair dengan kalimat kiasan banyak ditemukan di daerah Lampung Barat, untuk syiar keagamaan dan naskah pengobatan hampir di semua daerah ada, sedangkan manuskrip bertuliskan silsilah keluarga banyak ditemukan di Lampung Timur.
“Cukup unik bila kita mencoba memahami kehidupan masyarakat Lampung kuno. Untuk mengumpulkan sanak keluarga "ulun Lampung" kuno akan menyatukan ‘Gelumpai’ (bilah bambu) yang bertuliskan silsilah keluarga menjadi satu bagian, ada juga ditemukan prosa yang tertulis dalam kulit kayu dimana orang tersebut tengah mengagumi seorang gadis di desanya. Dari sini kita bisa melihat perkembangan kebahasaan Lampung juga,” katanya.
Baca juga: Keluarga adalah penjaga terdepan budaya dan manuskrip kuno Nusantara
Membujuk pemilik
Akulturasi kebudayaan masyarakat Lampung kuno pun terlihat dari sejumlah manuskrip kuno yang tertulis di ragam media tulis.
Di salah satu manuskrip dengan kode NLP97N69 dapat dilihat bahwa perpaduan antar budaya di Indonesia memperkaya khazanah manuskrip kuno. Dalam manuskrip abad 17 tersebut diceritakan asal mula makhluk hidup yang diciptakan oleh Sang Pencipta, dan terlihat di naskah adanya percampuran budaya dimana naskah tertulis dalam Had Lampung, namun bahasa yang digunakan merupakan Bahasa Lampung bercampur Bahasa Melayu.
Dari beberapa manuskrip yang telah mampu dialihbahasakan diketahui akulturasi budaya terjadi dengan budaya Melayu, Banten, Arab, Tiongkok, Bangka Belitung, sehingga memperkaya jenis manuskrip kuno.
Kekayaan kebudayaan melalui ditemukannya manuskrip kuno merupakan buah kerja keras para pegiat sejarah, arkeolog, dan filolog Lampung.
Perburuan akan beragam manuskrip kuno Lampung di tengah masyarakat telah lama dilakukan oleh para pegiat manuskrip, dengan menjumpai secara langsung pemilik naskah kuno hingga ke pelosok daerah.
Penolakan dari pemilik manuskrip untuk sekedar memperlihatkan naskah kuno miliknya bagi keperluan dokumentasi haruslah dirasakan para peneliti, terkadang membutuhkan waktu hingga seharian penuh hingga tengah malam gelap hanya untuk melihat dan menerjemahkan isi naskah kuno tersebut.
Perjalanan untuk menelisik budaya masyarakat Lampung kuno juga diceritakan oleh salah seorang arkeolog Lampung I Made Giri.
Dengan membuka secara perlahan manuskrip kuno yang tersimpan rapi dalam kertas karbon, pria yang kini aktif sebagai kurator Museum Lampung menerangkan sejumlah perkembangan yang terlihat dalam artefak kuno tersebut.
Baca juga: Harapan Sultan HB X Belanda juga mengembalikan naskah-naskah kuno
Digitalisasi
Rerata manuskrip kuno milik masyarakat terbuat dari kulit pohon halim yang telah terfermentasi dengan guratan aksara yang terbentuk dari tinta rempah serta buah deduruk, ada pula yang tertulis di bilah bambu betung seperti tempat surat ini, lalu ada yang dari tanduk kerbau, kulit kerang, rotan, plat baja, hingga kertas eropa.
Dengan menggunakan lading serta ijuk masyarakat Lampung kuno menuliskan beragam hal bahkan adapula yang menuliskan "khajah" (mantera pengobatan).
"Untuk sementara telah ada 84 naskah kuno milik masyarakat Lampung yang telah diarsipkan, naskah tersebut ada yang bertuliskan had Lampung (aksara Lampung), adapula huruf Arab, aksara Jawi serta huruf Palawa,” ujar Pria asal Bali yang cinta akan budaya Lampung itu.
Ia mengatakan untuk terus melestarikan ragam manuskrip kuno telah dilakukan digitalisasi manuskrip serta adapula masyarakat yang dengan sukarela menyerahkan naskah kuno warisan keluarga untuk disimpan di Museum Ruwa Jurai Lampung.
Adanya penelitian, pelaksanaan digitalisasi manuskrip kuno, hingga peran Museum Lampung sebagai tempat penyimpanan artefak kuno dan sarana pembelajaran bagi masyarakat terutama generasi muda menjadi salah satu bentuk upaya pelestarian warisan budaya Lampung agar tidak lapuk di makan zaman.*
Baca juga: Manuskrip kuno digitalisasi kolektor untuk lestarikan sejarah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021