Harga telur di Solo pada tahun ini banyak tertekan. Selain dipengaruhi oleh situasi COVID-19 sehingga permintaan turun juga karena ada indikasi kelebihan telur dari integrator yang tidak bisa ditetaskan menjadi ayam
Solo (ANTARA) - Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) menyatakan suplai telur ayam secara berlebihan dari integrator atau perusahaan besar sejak beberapa waktu lalu di pasaran merugikan peternak kecil.
"Harga telur di Solo pada tahun ini banyak tertekan. Selain dipengaruhi oleh situasi COVID-19 sehingga permintaan turun juga karena ada indikasi kelebihan telur dari integrator yang tidak bisa ditetaskan menjadi ayam sehingga dilempar jadi telur," kata Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) Soloraya Joko Surono di sela pembagian telur kepada tenaga kesehatan di Solo, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan sebagai dampak dari besarnya suplai tersebut, harga telur ayam sempat turun sebesar 25-30 persen, yakni di angka Rp16.500/kg harga kandang. Meski demikian, dikatakannya, saat ini harga sudah membaik di angka Rp21.600/kg.
Bahkan, dikatakannya, penurunan harga telur ayam yang sempat terjadi tersebut juga diperparah dengan kenaikan harga pakan yakni komoditas jagung yang mencapai angka Rp6.000/kg. Meski demikian, saat ini harga jagung sudah relatif stabil di angka Rp5.200-5.400/kg.
"Padahal, kalau BEP-nya (balik modal) telur itu paling tidak 3,5 kali harga pakan. Jadi kalau harga telur ayam di bawah Rp20.000 artinya kami rugi," katanya.
Terkait dengan lubernya suplai tersebut, ia berharap adanya kebijakan dari pemerintah yang bersifat melindungi peternak kecil. Ia berharap pemerintah bisa menjadi regulator yang menghubungkan antara peternak besar dengan peternak kecil.
"Tujuannya agar peternak kecil bisa hidup terus, karena terus terang kalau ingin menjadi peternak besar ya kami harus memodernisasi peralatan dan itu yang bisa melakukan adalah perusahaan besar," katanya.
Ia mengatakan salah satu solusi dari peternak kecil untuk mempertahankan harga telur ayam agar tidak mengalami penurunan adalah dengan mengurangi populasi.
"Kami melakukan apkir dini, biasanya kan 100 minggu, ini 80-90 minggu sudah kami apkir, karena ya memang antara harga pakan dengan harga jual telur ayam tidak seimbang," katanya.
Sementara itu, terkait dengan pembagian telur ayam kepada tenaga kesehatan tersebut, dikatakannya, merupakan bentuk kepedulian para peternak kepada tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan penanganan COVID-19.
"Kami dari Pinsar Nasional dan wilayah Surakarta melakukan bakti sosial dengan memberikan hasil produksi telur ke beberapa rumah sakit, di antaranya RSGM (Rumah Sakit Gigi dan Mulut), Puskesmas Mojosongo, RSJ Surakarta, dan RS Bung Karno ke RSGM. Masing-masing rumah sakit kami berikan 750 butir telur ayam," katanya.
Ia berharap gerakan tersebut bisa memotivasi asosiasi lain untuk melakukan upaya serupa, yakni membantu mengatasi pandemi COVID-19 di Indonesia.
Baca juga: Kampanye makan telur, Menko Airlangga bagikan 50 ribu telur ayam
Baca juga: Garut butuh pabrik pakan untuk menekan harga telur ayam
Baca juga: Serap produksi, Kementan gelar program telur murah di Jabodetabek
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021