Jakarta (ANTARA News) - Muda, cerdas dan menjadi super kaya lewat ide-idenya. Dalam film "The Social Network" , tergambar sosok bos situs web jejaring sosial Facebook, Mark Zuckerberg.
Nama Facebook pastinya jadi magnet untuk penonton, dan Hollywood segera mengambil kesempatan membuat film tentang awal berdirinya jejaring sosial yang kini anggotanya sudah lebih dari 500 juta itu.
"The Social Network" sejak dua pekan lalu menduduki tempat teratas di box office Amerika Utara (box office dihitung berdasarkan pemasukan karcis bioskop pada akhir pekan di AS dan Kanada).
Film yang diangkat dari buku "The Accidental Billionaires" karangan Ben Mezrich itu dibahas para kritisi dari segi akting, naskah dan sinematografi, tapi Kolumnis The New York Times, David Carr, melihat hal lain. Setelah menonton film tersebut, katanya, para penonton akan pulang dengan dua kesan; memuja atau kasihan pada Zuckerberg.
"Ffilm itu bisa untuk membagi generasi tua ataupun muda berdasarkan anggapan mereka tentang ambisi dan caplok-mencaplok dalam bisnis.” kata Carr meski mengakui film itu banyak bumbu-bumbu fiksi.
Menurut Carr, orang yang lebih tua akan prihatin terhadap Mark Zuckerberg (diperankan Jesse Eisenberg), anak muda yang mengkhianati teman-temannya, para mitranya, bahkan prinsipnya sendiri demi harta dan ketenaran.
Sebaliknya, generasi muda yang dibesarkan pada era Facebook, akan melihat Zuckerberg (26) sebagai orang yang jeli mengambil kesempatan dan meraihnya dengan upaya keras, cukup lewat papan ketik dan meng-"coding" hal yang belum pernah dilakukan orang lain.
Kolumnis New York Times itu menulis bahwa kalangan muda segenerasi dengan Zuckerberg berpikiran bahwa, untuk menghasilkan karya besar, wajar jika ada yang dikorbankan. (Sesuai dengan tagline film tersebut “You don’t get to 500 million friends without making a few enemies along the way.”)
Soal dua persepsi dari film tersebut diakui oleh Scott Rudin, salah satu produser "The Social Network". Menurut dia, penonton "tua" akan menilai Zuckerberg sebagai sosok tragis yang mengawali sesuatu dengan baik tapi selanjutnya menyedihkan.
"Kalangan muda akan melihat Zuckerberg sebagai sosok yang benar-benar maju, selebritis, dan bertekad bulat melindungi sesuatu yang telah dia buat."
Sosok Zuckerberg tentunya tak baik secara sosial tapi dia mewujudkan optimisme dan kreativitas millennium. Dalam skenario yang ditulis Aaron Sorkin, Zuckerberg dicitrakan sebagai sosok autis sosial yang brilian sekaligus angkuh, dua modal yang membuat dia menjadi miliuner termuda.
Zuckerberg, seperti digambarkan orang-orang di sekelilingnya dalam film itu, adalah sosok yang hanya berfokus melihat masa depannya. Saat orang di sekelilingnya tak bisa seiring dengan visinya, dia akan menggilas atau menghempaskan mereka.
"Mereka itu korban atau hambatan, tergantung cara pandang anda, merenungi sesuatu yang sudah terjadi atau selalu menatap jalan di depan yang penuh peluang," kata Carr.
Cara pandang yang berbeda itu dirasakan juga oleh Eisenberg yang memerankan tokoh utama film itu. "Orang tua akan bilang peranku sangatlah jahat tapi orang muda punya pandangan lain, mereka bilang, sosok ini genius, lihat hal yang dia ciptakan."
“Happy”
Facebook asli memang tidak "happy" dengan film itu, terlihat dari pernyataan-pernyataan mereka. Reaksi lainnya adalah Zuckerberg asli yang "tiada angin tiada hujan" menyumbang 100 juta dolar untuk sekolah-sekolah di Newark seiring beredarnya “The Social Network”.
Facebook maupun Zuckerberg menyebut penghianatan yang ada di film itu adalah fiksi. Lewat majalah New Yorker, Zuckerberg membantah jika karakternya seperti yang digambarkan di film tersebut. Tapi, dia juga mengakui dirinya sedikit tersanjung dengan citra mahasiswa tingkat 2 yang sombong.
Dalam wawancara lain dengan Oprah Winfrey, Zuckerberg engatakan bahwa film itu karya khayalan dan menyebut kehidupannya tidak sedramatis itu. "Enam tahun terkakhir lebih banyak mengkoding, fokus dan bekerja keras," katanya.
Dia juga melakukan siasat cerdas untuk memperbaiki citranya; Zuckerberg pada akhir pecan lalu nonton bareng "The Social Network" bersama para karyawan.
Seiring "The Social Network" meledak, akhir pekan lalu para pendiri Facebook, yang kini sekedar punya saham dan tak terlibat dalam perusahaan, membuat berita.
Sean Parker (tokoh yang dalam film diperankan Justin Timberlake) menyumbang 100 ribu dolar AS untuk mendukung rencana legalisasi ganja di California. Pendiri lainnya, Dustin Moskovitz, sudah menyumbang 70 ribu dolar untuk kampanye serupa.
Parker (30) adalah presiden pertama Facebook dan dialah yang mengubah perusahaan itu dari skala usaha "kamar anak kos" menjadi bisnis besar. Saat usia 19, Parker membantu mengembangkan Napster, piranti lunak berbagi-musik yang menjungkirbalikkan industri rekaman.
Facebook adalah salah satu fenomena terbesar dalam Internet. Cukup beberapa tahun sejak berdiri telah menjadikan para pembuatnya sebagai miliyuner terkaya. Meski demikian, Facebook di dunia nyata tak lepas dari kontroversi.
Tiga mahasiwa di Harvard menyatakan bahwa merekalah yang punya ide orisinil. Mereka menuduh Zuckerberg, yang disewa untuk menyusun "code" situs tersebut, mencuri ide itu lalu menciptakan Facebook. Gugatan yang sudah berjalan lama di pengadilan itu masih tertunda.
Sedikit tentang Facebook. Jejaring sosial terbesar itu didirikan tahun 2004 oleh mahasiswa Harvard, Zuckerberg. Awalnya Facebook melayani para mahasiswa perguruan tinggi terkemuka itu tapi selanjutnya berkembang ke semua SMA dan perguruan tinggi.
Tahun 2007, Facebook mengumumkan Facebook Platform sehingga orang bisa beriklan. prakarsa itu juga membuat para pembuat perangkat lunak menciptakan program untuk jejaring sosial tersebut. Sejak itu ratusan games, musik, hingga peralatan berbagi foto Facebook juga bisa untuk beriklan.
Kembali ke "The Social Network". Sosok entepreneur yang "tega" sebenarnya sudah biasa di film Hollywood. Film yang juga sedang tayang, “Wall Street: Money Never Sleeps,” malah menampilkan dua sosok seperti itu, : Gordon Gekko, yang diperankan Michael Douglas, dan Bretton James, yang diperankan Josh Brolin. Bedanya, (selain mereka tak muda), Sosok-sosok itu menimbun kekayaan tapi tak menciptakan apapun.
Nick Denton, pendiri Gawker, perusahaan media digital, mengemukakan bahwa "The Social Network" menyajikan pertanyaan "bisakah sukses dicapai tanpa sedikitpun bersikap kejam". Dia mengatakan film tersebut intinya tentang "sikap keras kepala, tak mau mendengar hal yang dikatakan orang pada kita."
Apapun sikap anda setelah menyaksikan "The Social Network", media dan para bekas mitra Zuckerberg sudah menobatkan pemuda itu sebagai “raja muda kapitalisme baru Amerika Serikat yang akan terus berkembang”.
(A038/a038/ART)
disadur oleh : Aditia Maruli
sumber : The New York Times
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010