"Alasannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit-Chandra yang dikeluarkan Kejagung, tadinya dimaksudkan untuk tidak membawa perkara itu ke pengadilan," katanya kepada ANTARA melalui pesan singkat, di Jakarta, Minggu malam.
Pendapat tersebut disampaikan Mahfud terkait putusan Mahkamah Agung yang tidak menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK) perkara Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah yang diajukan oleh Kejaksaan Agung.
Mahfud menambahkan, di samping itu ada perkembangan baru setelah dikeluarkannya SKPP Bibit-Chandra oleh Kejaksaan Agung, Anggodo Widjoyo yang melaporkan adanya pemerasan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, ternyata diputus bersalah dan dijatuhi pidana.
Karena itu, kata dia, jika perkara Bibit-Chandra itu tetap diteruskan ke pengadilan, maka sebaiknya Kejagung menunggu dahulu sampai vonis Anggodo memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Dikatakannya, secara teoritis dirinya sepakat jika kasus tersebut lebih baik dibuktikan di pengadilan saja, apakah Bibit-Chandra itu bersalah atau tidak.
"Tapi secara praktis dan politik saya tidak sependapat, sebab pengadilan yang berdasar rekayasa seperti itu tentu tak sehat. Saya khawatir pengadilan pun berjalan secara tidak `fair` karena soal politis dan psikologis," katanya.
Kendati demikian, ia tidak menyalahkan jika MA tidak menerima permohonan kasasi Bibit-Chandra, karena menurut hukum praperadilan itu, perkara hanya sampai di tingkat pengadilan tinggi saja.
"MA bukan menolak tetapi tidak menerima kasasi itu, artinya karena MA tidak lagi berwenang untuk memutus praperadilan," katanya.
Karena itu, kata dia, saat ini, Kejagung dihadapkan pada dua pilihan atas kasus itu, yakni, mengesampingkan perkara dengan deponeering atau meneruskan kasus itu ke pengadilan.
"Kejaksaan agung bebas memilih salah satunya sesuai dengan kewenangannya," katanya.(*)
(T.R021/A041/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010