Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Pulmonologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. dr. Menaldi Rasmin Sp.P(K). memberikan rekomendasinya agar dokter tidak perlu menanggung beban pekerjaan yang menurut dia terlampau berat di masa pandemi yang sudah melewati masa setahun ini.

"Buat saya ini sebuah pukulan yang besar, berat, bagi dunia profesi kedokteran. Sekarang persoalannya ada apa? Beban pekerjaan ini sudah terlampau berat ditanggung dokter. Terlampau banyak orang yang datang ke rumah sakit dan sudah dalam keadaan yang berat-berat," ujar dia dalam diskusi media via daring yang digelar PB IDI, Minggu.

Menaldi meminta PB IDI untuk membebaskan dokter di puskesmas dari kewajiban rawat inap pasien COVID-19 atau pasien lain. Mereka bisa ditetapkan menjadi manajer kesehatan yang mengatur edukasi dan promosi kesehatan serta bertanggung jawab atas vaksinasi (bukan sebagai vaksinator). Dokter bisa sebagai manajer wilayah untuk menjaga kondisi kesehatan tetapi tidak perlu menjadi korban penyakit.

"Bukan mau lari dari penyakit, dokter tetap ada di sana untuk mengendalikan penyakit dan menjaga masyarakat supaya tidak sakit. Tetapi kalau dokter (di puskesmas) menjadi pelaku langsung, berhadapan langsung dengan penyakit, maka dokter berhadapan dengan risiko ikut sakit. Padahal dokter mungkin hanya 4 di puskesmas," kata Menaldi.

Baca juga: Alasan kontak erat COVID-19 perlu isoman meski hasil antigen negatif

Selain itu, perlu adanya pembatasan pajanan dokter pada penyakit dan varian corona. Dokter yang bekerja di rumah sakit lapangan kawasan seperti berikat dan industri misalnya sebaiknya bertugas di wilayah itu saja. Kemudian, dokter juga perlu ditempatkan pada tempat strategis yang tidak berhadapan dengan terlampau variatif varian.

Berikutnya, mengenai isolasi mandiri, Menaldi mengingatkan agar keputusan berdasarkan penilaian dokter. Hal ini agar kerja dokter terukur.

"Kalau isolasi mandiri atas pilihan pribadi, tiba-tiba datang malam-malam dalam keadaan yang berat, padahal dokter yang jaga malam terbatas jumlahnya, lalu dia bertumpahan ke dalam ruangan, dokter bekerja sepanjang hari dengan baju yang terkurung, tidak minum, makan, tidak bisa ke belakang karena bajunya sulit dilepas. Apa yang terjadi, dokternya sakit, ada yang meninggal dunia," kata dia.

Terakhir, terkait kasus COVID-19 yang masih terjadi, Menaldi mengingatkan masyarakat pentingnya dua cara pencegahan agar tak ada lagi kasus baru yang terjadi dengan menjaga kesehatan diri dan vaksinasi. Menjaga kesehatan diri meliputi penerapan protokol kesehatan 5M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilisasi dan menghindari kerumunan) dan melakukan gaya hidup sehat.

Menaldi menyebut, angka kematian dokter dalam selama dua pekan terakhir ini bahkan (1-16 Juli 2021) mencapai 108 orang. Sementara itu, data dari Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) per 17 Juli 2021 mencatat sebanyak 545 orang dokter di tanah air yang meninggal dunia.

"Saya kira ini bukan banyak tetapi ini terlalu banyak. karena satu orang dokter meninggal tidak bisa dilihat dari angka. Sebanyak 108 orang dokter meninggal tidak bisa dilihat dari persentase. Setiap jiwa dokter yang meninggal itu berarti negara kehilangan aset utama dalam sistem ketahanan kesehatan nasional," tutur Menaldi.

Baca juga: IDI pertimbangkan pergantian tenaga medis atasi beban kerja berlebih

Baca juga: IDI: 545 dokter meninggal dunia hingga 17 Juli 2021

Baca juga: Dokter Faheem Younus: Gunakan hati dan otak saat edukasi soal COVID-19

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021