London (ANTARA News/Reuters Life!) - Film dokumenter, yang akan ditayangkan di televisi Inggris pada bulan ini, akan mengaji kemungkinan jika Pangeran Harry, cucu ratu Elizabeth, diculik saat bertugas dalam ketentaraan di Afghanistan.
"The Taking of Prince Harry" (Penangkapan Pangeran Harry), ditayangkan di penyiaran umum Saluran 4 pada 21 Oktober, mereka ulang kecelakaan helikopter di Afghanistan selatan dan dilanjutkan dengan penangkapan anggota kerajaan itu, yang berada di urutan ketiga tahta Inggris.
Harry bertugas dalam pasukan Inggris di Afghanistan pada 2008, menjadi anggota pertama keluarga kerajaan tersebut terlibat dalam gerakan sejak pamannya, Pangeran Andrew, menerbangkan helikopter dalam perang Malvinas pada 1982.
Harry (26 tahun) mengutarakan keinginannya kembali ke Afghanistan, saat ia dipaksa meninggalkan wilayah perang itu lebih dini setelah beredar berita tentang keberadaannya di sana bocor.
"The Taking of Prince Harry" menimbulkan pertanyaan tentang dampak luas bagi Inggris jika keinginan pangeran Harry kembali ke Afghanistan disetujui dan ditangkap, selain apakah Inggris siap untuk kemungkinan tebusan, kata pernyataan Saluran 4.
Wanita juru bicara penyiaran itu menambahkan babhwa Saluran 4 telah menghubungi keluarga kerajaan tersebut tentang film itu, tapi tidak ditanggapi.
Naskah dokumenter khas itu telah mendapat kecaman.
"Yang dilupakan orang itu adalah perang masih terjadi," kata pakar keamanan dalam negeri surat kabar tabloid "The Sun" Andy McNab, "Itu datang pada saat buruk dan rasa buruk."
"Sangat mungkin Harry kembali ke Afghanistan. Sekarang, mereka menghabiskan banyak uang untuk pelatihan (helikopter) Apache-nya. Tapi, itu bukan saja tidak peka terhadap Harry, tidak pekan pula terhadap semua pasukan dan ibu, ayah, isteri dan anak-anak, yang kerabatnya di sana," katanya.
Sejumlah 339 tentara negara itu tewas di sana sejak serbuan pada 2001.
Inggris memiliki hampir 10.000 tentara di Afghanistan, yang satuan kedua terbesar setelah Amerika Serikat, dengan sebagian besar dari mereka ditempatkan di Helmand, pusat perlawanan Taliban dan perdagangan opium.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan perlawanan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001, karena menolak menyerahkan pemimpin Alqaida Osama bin Ladin, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah negara adidaya itu, yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Peningkatan jumlah korban tewas menjadi berita buruk bagi Washington dan sekutunya, yang pemilihnya semakin putus asa oleh korban dalam perang di tempat jauh itu, yang tampak berkepanjangan dan tak berujung.
Pejuang hak asasi manusia Inggris meluncurkan upaya membawa pejabat pertahanan ke pengadilan atas tuduhan keterlibatan tentara negara itu dalam penembakan rakyat Afghanistan, kata laporan pada awal Agustus.
Puluhan ribu naskah rahasia tentara Amerika Serikat diterbitkan laman jagabaya WikiLeaks, yang merekam penembakan tidak biasa atas rakyat di Afghanistan melibatkan dua satuan tentara Inggris, kata koran "Guardian".
Wakil Perdana Menteri Inggris Nick Clegg pada ahir Agustus memastikan tugas tempur negaranya di Afghanistan berakhir pada 2015 dan berjanji melindungi pasukan garis depan dari pemotongan mendadak dalam anggaran pemerintah. (B002/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010