"Dengan adanya cetak biru, dalam jangka menengah atau panjang, Indonesia memiliki pokok-pokok acuan dasar dalam pengelolaan sektor keuangan, katanya saat menjadi pembicara diskusi tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diselenggarakan oleh `Mubyarto Institute` di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, selama ini kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah cenderung bersifat reaksioner dan sesaat, bukan kebijakan yang disusun berdasarkan pemikiran jangka panjang.
Selain itu, menurut dia, kebijakan yang diambil pemerintah cenderung mengacu pada standar pengelolaan negara maju yang belum tentu cocok untuk diterapkan di Indonesia.
"Terlebih lagi, negara-negara yang dicontoh Indonesia saat ini tengah mengalami krisis keuangan, tentunya hal tersebut merupakan sesuatu yang kontradiktif," katanya yang juga menjabat Rektor Universitas Islam Indonesia (UII).
Ia mengatakan krisis keuangan global merupakan bukti semakin menguatnya kebutuhan akan cetak biru mengenai pengelolaan sistem keuangan.
"Untuk mewujudkan sistem keuangan yang stabil diperlukan makro ekonomi dan lembaga keuangan yang dikelola dengan baik, pasar keuangan yang efisien, serta pengawasan yang sehat terhadap lembaga keuangan," katanya.
Menurut dia, stabilitas sistem keuangan meliputi aspek sistem, institusi, dan kebijakan yang menjamin lembaga keuangan untuk dapat berjalan secara efektif.
"Stabilitas sistem keuangan harus terwujud pada sektor riil maupun sektor makro ekonomi. Stabilitas sistem keuangan dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi ke arah yang positif," katanya. (ANT-158/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010