Yogyakarta (ANTARA News) - Banjir bandang yang melanda Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat, yang menewaskan 83 orang lebih merupakan dampak terjadinya anomali cuaca akibat La Nina dan degradasi lingkungan, kata peneliti kebencanaan dari Universitas Gadjah Mada Sudibyakto.

"Salah satu penyebab terjadinya anomali cuaca itu adalah munculnya La Nina ketika suhu muka laut di barat wilayah khatulistiwa Pasifik mendingin. Dampaknya, hujan deras di musim kemarau seperti saat ini masih terjadi di Indonesia," katanya di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, bukti dari terjadinya anomali cuaca ekstrem adalah curah hujan yang intensitasnya masih tinggi, dan di atas rata-rata normal. Namun, ketika intensitas curah hujan tinggi, kemampuan wilayah untuk menangkap air hujan tidak seimbang.

Selain kemampuan wilayah yang tidak seimbang menangkap air hujan, banyak wilayah di Indonesia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi terhadap banjir terutama di daerah aliran sungai (DAS).

Tingkat kerentanan tersebut diperparah oleh beberapa kerentanan lainnya, yakni kerentanan fisik, sosial ekonomi, dan budaya.

Ia mengatakan, kerentanan fisik antara lain masih terjadinya penebangan hutan secara liar. Kerentanan sosial bisa terlihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang bencana, dan kerentanan budaya disebabkan antara lain kearifan lokal di masyarakat yang sudah mulai ditinggalkan.

"Ketika sebuah bahaya dan kerentanan bertemu, maka akan menimbulkan risiko lingkungan yang sangat tinggi," kata Sudibyakto yang juga pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB ).

Menurut dia, terjadinya degradasi lingkungan itu menimbulkan berbagai macam bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

"Untuk mengantisipasi dan menanggulangi terjadinya bencana, setiap unit atau instansi pemerintah sebenarnya telah memiliki semacam Indeks Risiko Bencana (IRB) seperti Kementerian ESDM, PU, Kehutanan, dan BNPB. Namun, komunikasi dan koordinasi antarinstansi dengan masyarakat sering tidak optimal dan tidak terjalin dengan baik," katanya.

Ia mengatakan, koordinasi antarinstansi perlu dijalin erat, karena bencana masih terbuka untuk terus terjadi, baik di musim hujan maupun kemarau.

Masyarakat juga perlu mulai mempercayai dan memperhitungkan perkiraan cuaca atau bencana yang dikeluarkan pemerintah.

"Masyarakat juga diharapkan mulai memperhitungkan perkiraan bencana atau cuaca yang dikeluarkan resmi oleh pemerintah dan memiliki strategi adaptasi yang kuat. Apalagi, diperkirakan curah hujan masih tinggi hingga Februari 2011," katanya.
(B015/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010