Kotabaru (ANTARA News) - Sebuah perusahaan murni swasta Indonesia, PT Hutama Investindo, berencana membuka perkebunan jarak pagar (Jatropha Curcas L) seluas 25.000 hektare di Pulau Laut, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

President Director Achmad Julianto MSc, di Kotabaru, Kamis, mengungakapkan, rencananya dari 25.000 hektare (ha) tersebut, 12.000 ha lahan inti dan 13.000 ha lahan plasma yang melibatkan masyarakat.

"Kami mengharapkan pembukaan perkebunan jarak pagar ini perusahaan bekerjasama dengan Pemkab Kotabaru, terutama mengenai penyediaan lahan," katanya.

Dia menuturkan, perkebunan jarak pagar tersebut akan menggunakan benih unggul Improved Population (IP-1,2, dan 3) hasil penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Perkebunan Bogor (BP2MB).

Menurut hasil penelitian tersebut, dari luas perkebunan 25.000 diperkirakan akan menghasilkan biji jarak 250.000 ton per ha per tahun.

Jika rendemen minyak jarak dapat mencapai 30 persen, estimasi produksi biji jarak 250.000 ton itu akan menghasilkan minyak Jatropha Curcas Oil sekitar 42.000 ton atau sekitar 42.000.000 liter.

Selain membuka perkebunan jarak pagar, PT Hutama Investindo juga berencana membangun pabrik pengolahan biodiesel 1.000 ton biji jarak per hari dengan satu pabrik pada desain 50 ton per hari X 20 line.

Bupati Kotabaru, H Irhami Ridjani, mengharapkan, jika program tersebut dapat menghasilkan. Dan, semestinya masyarakat Kotabaru terlibat dalam perkebunan jarak pagar.

Irhami meminta satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dapat melakukan analisa usaha terhadap rencana pembukaan perkebunan jarak pagar.

Kepala Dinas Perkebunan Kotabaru, H Gusti Syafrin Masrin, menyatakan, berdasarkan analisa usaha, pembukaan perkebunan jarak pagar itu belum dapat dikatakan menguntungkan bagi petani.

Dia menjelaskan, jika per ha menghasilkan 10 ton biji jarak per tahun dengan harga yang ditetapkan perusahaan Rp1.000 per kg. Maka, untuk satu ha dapat menghasilkan Rp10.000 juta per tahun.

Sementara biaya operasional, katanya, per hektare mencapai Rp4 juta, maka ada sisa usaha sebesar Rp6 juta dibagi 12 bulan. Maka pendapatan petani hanya sekitar Rp500.000 per bulan.

"Lantas pertanyaanya sekarang apakah petani mau mendapatkan penghasilan Rp500.000 per bulan, padahal petani sudah bekerja keras, memanen, merawat, dan mengangkut," jelasnya.

Jika dibandingkan dengan program penanam kelapa sawit, penghasilan petani jauh lebih besar dari menanam jarak pagar.

Menurut Syafrin, penanaman jarak ini harus dilakukan pihak perusahaan terlebih dahulu, jika benar menghasilkan, masyarakat baru menyusul.

Namun, jika gagal, masyarakat tidak menjadi korban.

"Kasihan masyarakat kita," tegasnya. (I022/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010