Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis dari Angsamerah Institution lulusan Universitas Indonesia, Inez Kristanti mengatakan memberikan jeda waktu atau breaktime dapat dilakukan seseorang untuk meringankan beban pikiran dan menekan potensi masalah kesehatan mental pada masa pandemi ini.
"Bekerja dari rumah telah mengaburkan garis waktu kita untuk beristirahat dan kembali bekerja. Sangat penting untuk bisa mengalokasikan waktu yang cukup bagi diri kita sendiri untuk beristirahat dan recharge," Inez dalam diskusi daring terkait kesehatan mental antar pasangan yang digelar pada Jumat.
Menurut psikolog lulusan Universitas Indonesia ini, tubuh dapat memberikan sinyal bahwa kondisinya sudah merasakan letih dan lelah. Namun bila diabaikan justru akan memicu stress.
"Waktu istirahat tidak harus memakan waktu lama yang penting memang didedikasikan untuk rehat," jelas Inez.
Bentuk jeda waktu untuk tiap orang dikatakan Inez bisa berbeda-beda. Sebagian orang bisa melepaskan rasa stress dengan berolahraga, memasak, menonton film atau bercengkrama dengan orang tersayang. Meskipun bentuk jeda waktu bisa bervariasi untuk tiap-tiap orang, namun yang terpenting adalah kualitasnya bukan kuantitas.
Baca juga: Orangtua boleh curhat, tapi jangan jadikan anak "tong sampah"
"Karena percuma sebanyak apapun waktu jeda waktu yang kita punya tapi kita tidak pergunakan dengan maksimal. Badan bisa rebahan, tapi otak tetap bekerja itu sama saja bohong," pungkas Inez.
Untuk yang sudah berpasangan, jeda waktu bisa menjadi alternatif untuk melakukan aktivitas yang berbeda dari biasanya. Selain untuk melepas stress masing-masing, jeda waktu ini juga bisa kembali merekatkan hubungan pasangan yang bisa jadi renggang akibat kesibukan masing-masing saat WFH.
"Sekedar mengobrol dari hati ke hati,masak lalu makan bersama, atau nonton film. Hal-hal sederhana tapi bermakna," kata Inez.
Sementara untuk mereka yang sudah memiliki buah hati, ada baiknya memperhatikan kebutuhan emosi anak tidak sekedar fisik seperti makan dan kebersihan pribadi. Inez menjelaskann bahwa meskipun masih tergolong usia muda, anak-anak juga memiliki perasaan dan dapat merasa tertekan atau stress.
"Ajari anak untuk mengenali perasaannya. Kalau anak sudah bisa diajak berkomunikasi cobalah tanya bagaimana perasaannya, ngobrol sambil bermain bersama anak. Ini tampak sepele tapi inilah jeda waktu untuk anak," jelas Inez.
Namun bila anak belum dapat diajak berkomunikasi, cobalah untuk meluangkan waktu dengan bermain bersama anak. Alih-alih memegang dan memperhatikan gawai, Inez mengatakan untuk coba memperhatikan ekspresi anak sambil mengajaknya ngobrol tatkala bermain.
Baca juga: Pentingnya "breaktime" untuk Chicco Jerikho di kala pandemi
Baca juga: Dukungan kesehatan mental untuk atlet korban rasisme
Baca juga: Pentingnya "selftalk" untuk jaga kesehatan fisik & mental saat pandemi
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021