Jakarta (ANTARA Nes) - Pelapor kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Sebior Bank Indonesia (BI) Miranda Goletom, Agus Condro, mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk konsultasi tentang putusan MK atas uji materi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban yang diajukan Susno Duadji.
"Saya memiliki kasus mirip dengan Pak Susno, jadi saya akan konsultasi dengan hakim konstitusi atas kasus saya," kata Agus Condro, saat ditemui ANTARA di MK, Kamis.
Menurut dia, dengan keputusan MK tersebut apa dampak yang ditimbulkan terhadap dirinya yang telah ditetapkan menjadi tersangka bersama 25 anggota dan mantan anggota DPR RI yang menerima cek pelawat atas kasus pemilihan Deputi Gubernur Sebior Bank Indonesia (BI) Miranda Goletom pada 2004.
Agus adalah yang pertama kali mengungkapkan kasus suap ini. Dia mengaku mendapat cek pelawat Rp500 juta dalam pemilihan Miranda pada 2004. KPK menjerat Agus dan tersangka lainnya karena melanggar pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau pasal 11 UU No 19 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam kasus ini, empat mantan anggota Komisi IX DPR telah divonis bersalah, yakni. Dudhie Makmun Murod (PDIP), Udju Djuhaeri (TNI/Polri) yang divonis pidana penjara selama 2 tahun, Hamka Yandhu (Golkar) selama 2 tahun 6 bulan penjara, dan Endin Soefihara (PPP) selama 1 tahun 3 bulan penjara. Sementara 26 tersangka lainnya masih dalam tahap pemeriksaan oleh KPK.
Pada pemberitaan sebelumnya, MK dalam putusannya menolak permohonan uji materi Undang-undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diajukan oleh mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji.
"Hakim MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menolak provisi untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD saat membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (24/9).
Dalam pertimbangannya, permohonan Susno dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945. Ketentuan pasal 10 ayat 2 Undang-undang LPSK adalah ketentuan yang sangat jelas dan tegas bahwa substansi normatif adalah memberi penghargaan bagi saksi yang juga tersangka dalam mengungkap pidana kemudian pertimbangannya pengurangan pidana.
Namun, MK juga mengatakan bahwa negara tidak mengabaikan partisipasi warga negara dalam pengungkapkan tindak pidana dengan pengurangan pidana itu diserahkan pada kebijakan hakim, asal mereka beritikad baik dan tidak menjadi tersangka. (*)
J008/H-KWR
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010