Hal itu diungkapkan oleh beberapa pelaku usaha yang memilih memanfaatkan platform daring untuk memastikan usahanya tetap berjalan meski dalam kondisi pembatasan kegiatan mobilisasi dan masyarakat di Indonesia.
“Jadi kalau kita tahu di masa pandemi ini, ya mau gak mau untuk benar-benar memanfaatkan berbagai platform termasuk platform online. Ini jadi salah satu strategi yang bisa dilakukan, saya sendiri pun terus bersinergi dengan para penyedia platform untuk membantu layanan kita,” kata pemilik usaha dari Ayam Goreng Nelongso Nanang Suherman dalam webinar “Modal Ratusan Ribu, Omzet Puluhan Juta”, Jumat.
Pria yang memulai usahanya dengan modal Rp500.000 itu pun menyebutkan ia memanfaatkan layanan pesan-antar dari para penyedia platform daring sehingga penjualan bisnisnya dapat terus berjalan.
Baca juga: Menperin ungkap strategi percepat target 6,1 juta UMKM go digital 2021
Baca juga: Menkominfo: Jaringan 5G jadi tulang punggung transformasi digital
Langkah ini juga melengkapi strategi bisnisnya yang juga memiliki armada pesan- antar sendiri sehingga tidak hanya membantu bisnis sekadar bertahan tapi juga tetap bisa meraih untung meski kegiatan masyarakat dibatasi besar- besaran.
Selain memberikan keuntungan dari segi pemanfaatan mobilitas, digitalisasi dalam bentuk pembayaran juga penting dilakukan karena selain mengurangi kontak fisik dalam bentuk uang kertas juga membantu para pelanggan lebih tertarik membeli karena tawaran promosi cashback hingga potongan harga dari platform daring.
Nanang menyebutkan teknik pembayaran daring dengan menggunakan dompet digital ini sesuai dengan karakteristik generasi digital yang didominasi oleh Milenial dan Generasi Z.
“Adapatasi pembayaran digital ini, selain kita lebih mudah menghitung pendapatan, nah dari segi konsumen pun mereka terbantu karena banyak diskon atau cashback yang ditawarkan. Mereka ini kan pengejar diskon,” kata pria yang saat ini sudah memiliki 71 outlet untuk usaha Ayam Goreng Nelongsonya itu.
Brand & Marketing Director dari usaha fesyen COTTONINK Ria Sarwono juga ikut menyampaikan pendapat yang sama dengan Nanang dan menyebut pemanfaatan ruang- ruang digital untuk tetap berbisnis di tengah pandemi sangat perlu dilakukan.
Selain karena awalnya COTTONINK bermula dari sebuah layanan daring yang dibentuk sendiri, juga karena ia melihat pelanggan saat ini semakin aktif menggunakan gawainya untuk menyelesaikan banyak aktivitas hingga berbelanja.
“Kita tidak mungkin hanya bergantung pada layanan kita saja, kita juga masukan produk kita ke marketplaces. Ini (Marketplaces) suka memberi promo, maksud aku semua orang tentu berpikir kalau bisa lebih bayar sedikit kenapa engga? Jadi benar- benar digital payment dan digital platform ini jawaban kita (pelaku UMKM) untuk tetap bisa bertahan,” kata Ria.
Ia pun menyebutkan dengan memanfaatkan sebanyak- banyaknya ruang untuk berjualan daring, masyarakat dapat terus mengetahui koleksi atau pun inovasi produk yang dihasilkan dari bisnis yang dikembangkan.
Khususnya untuk pelaku UMKM di bidang fesyen dan mode bisa lebih terhubung dengan para calon konsumennya dan menggaet konsumen potensial.
“Kalau di dunia retail, toko tutup. Orang gak akan mikir mau pakai baju apa kan? Dengan adanya digital platform kita tetap bisa menjangkau konsumen, setidaknya mereka bisa lihat- lihat dan kayak ‘ada apa nih gitu yang baru’ melihat perkembangan kita,” tutup Ria.
Sebelumnya, dikabarkan akibat PPKM darurat banyak para pelaku usaha yang tadinya berjualan secara langsung di toko atau pusat perbelanjaan memilih turun ke jalan menjajakan produk dan layanan mereka.
Berjualan secara daring dan memanfaatkan ruang- ruang digital dapat menjadi salah satu solusi agar UMKM tetap bertahan meski saat ini pusat- pusat perbelanjaan harus ditutup akibat PPKM darurat.
Baca juga: Wirausaha wanita Asia Tenggara penggerak utama pertumbuhan e-commerce
Baca juga: Menteri Teten: Generasi muda diharapkan jadi pencipta lapangan kerja
Baca juga: BSI dan Shopee latih 1000 UMKM "go digital"
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021