Uganda mengirim sebagian besar prajurit untuk misi Somalia AMISOM yang mencakup 7.200 prajurit dan Kampala telah menyatakan bersedia mengirim pasukan tambahan agar jumlah prajurit penjaga perdamaian itu mencapai 20.000 sesuai dengan kebutuhan.
"Anggota-anggota Dewan Keamanan sedang mengkaji (usulan itu) agar lebih memahami masalah tersebut," kata Museveni kepada wartawan, setelah bertemu dengan sejumlah utusan PBB yang mengunjungi negaranya.
Presiden Uganda itu menambahkan bahwa ia belum menerima janji apa pun dari rombongan tersebut.
Museveni mendesak langkah-langkah darurat lebih luas dalam upaya internasional dan regional untuk menstabilkan Somalia sejak milisi garis keras Somalia Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom mematikan di Uganda pada Juli.
Uni Afrika (AU) dan Badan Pembangunan Antar-Pemerintah Afrika Timur telah menyatakan, mungkin diperlukan sekitar 20.000 prajurit untuk membantu melawan gerilyawan di Somalia.
Museveni menyatakan, Uganda mungkin bisa mengirim pasukan tambahan, namun dana dan peralatan harus datang dari masyarakat internasional.
Jumlah dana yang diperlukan untuk AMISOM belum dibahas, tambah Museveni.
Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM), yang membela pemerintah transisi yang dilanda kesulitan di Mogadishu, saat ini memiliki batas wewenang 8.000 prajurit, namun jumlah itu masih belum terpenuhi.
Uganda dan Burundi telah mengirim 7.200 prajurit ke Somalia untuk menjaga pelabuhan dan bandara dan melindungi Presiden Sheikh Sharif Ahmed dari serangan, namun gerilyawan garis keras kini menguasai banyak wilayah Mogadishu.
Al-Shabaab menguasai banyak wilayah tengah dan selatan Somalia, yang terperangkap ke dalam perang saudara selama dua dasawarsa terakhir.
Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli lalu.
Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.
Al-Shabaab, kelompok muslim garis keras yang menguasai sebagian besar wilayah tengah dan barat Somalia, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 76 orang.
Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda.
Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.
Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada Juli bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.
Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.
Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.
Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.
Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010