...tidak ada bukti dan tidak ada fakta jika terdakwa Edhy Prabowo minta uang

Jakarta (ANTARA) - Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tidak mengetahui asal suap yang diterimanya.

"Bahwa dalam persidangan tidak ada bukti dan tidak ada fakta jika terdakwa Edhy Prabowo minta uang atau memerintahkan kepada tim uji tuntas atau 'due dilligence' atau memperoleh hadiah dari Suharjito yang meminta dan menerima uang dari semua kita sejumlah 77 ribu dolar AS adalah Safri selaku wakil ketua tim uji tuntas, namun tidak ada bukti Safri melakukan perbuatan tersebut atas perintah atau pun diketahui oleh terdakwa," kata hakim anggota 1 Suparman Nyompa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Menurut Suparman, Edhy Prabowo hanya menekankan dan meminta agar setiap permohonan yang masuk untuk budi daya dan ekspor benih bening lobster (BBL) agar tidak dipersulit, tapi justru harus dipermudah.

"Begitu juga di sini yang lain dalam usaha perikanan, yaitu izin kapal tangkap ikan yang sebelumnya memakan waktu cukup lama. Kemudian setelah terdakwa Edhy Prabowo menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, izin usaha kapal penangkap ikan dapat selesai dalam waktu yang singkat," kata Suparman lagi.

Mengenai pemberian uang dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama Suharjito kepada staf khusus Edhy Prabowo yaitu Safri, kemudian Safri menyerahkan uang tersebut kepada sekretaris pribadi Edhy yaitu Amiril Mukminin, menurut hakim Suparman tidak bisa langsung dihubungkan.

"Cukup jelas terlihat terdakwa Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan hanya menerbitkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020. Pelaksanaan permen tersebut dilakukan oleh tim uji tuntas bersama-sama dengan dirjen dan badan dalam lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan," ujar hakim Suparman.

Sehingga menurut Suparman, selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy tidak ada meminta atau menyuruh untuk menerima sejumlah uang dari Suharjito.

"Tidak tepat jika terdakwa dinyatakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata hakim Suparman pula.

Suparman menilai Edhy hanya terbukti melakukan dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Namun Suparman setuju bahwa pada 17-24 November 2020, Edhy Prabowo bersama rombongan melakukan perjalanan dinas ke Amerika Serikat dan bersama istrinya sempat membeli belanja kebutuhan pribadi, seperti membayar jam Rolex, tas, koper, sepeda, dan lain-lain.

"Terdakwa membeli barang dari kartu debit emerald personal yang diberikan sekretaris pribadi terdakwa Amiril Mukminin ketika terdakwa masih di Jakarta. Namun sumber dana kartu debit itu sebagian ada dari uang pemberian Suharjito. Meski terdakwa dalam sidang tidak mengetahui ada uang dari Suharjito, terdakwa tidak pernah mengurus dan tidak perhatikan mengenai uang masuk dari Amiril, terdakwa hanya mau tahu apakah ada uang atau tidak," kata hakim Suparman.

Padahal, menurut Suparman, Edhy selaku atasan Amiril sepatutnya bertanya ke Amiril mengenai uang yang masuk.

"Karena itu uang yang telah digunakan terdakwa melalui kartu debit yang diberikan Amiril Mukminim, maka terdakwa harus bertanggung jawab," ujar hakim itu pula.

Dalam perkara ini, Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan, karena terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250 dari pengusaha terkait ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.

Suap tersebut diterima bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi Iis Rosita Dewi yaitu istri Edhy Prabowo), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjito dan perusahaan pengekspor BBL lain.
Baca juga: Hakim: Edhy Prabowo beri arahan bantu Fahri Hamzah-Azis Syamsuddin
Baca juga: Edhy Prabowo sedih dengan vonis 5 tahun penjara

Uang diterima melalui Safri yaitu 26 ribu dolar AS, Siswadhi Pranoto Loe menerima totalnya Rp13.199.689.193, Andreau Misanta Pribadi menerima Rp10.731.932.722, dan Amiril Mukminin menerima Rp2.369.090.000

Terkait perkara ini, Andreau Misanta Pribadi dan Safri divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan; Amiril Mukminin divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan; Siswadhi Pranoto Loe divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, dan Ainul Faqih divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan.

Terhadap perkara tersebut, keenam terdakwa dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021