Jakarta (ANTARA) - Mantan Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo yaitu Amiril Mukminin divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima suap bersama-sama bekas atasannya tersebut.
Selain Amiril, dalam berkas yang sama pemilik PT. Aero Citra Kargo (ACK) dan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) Siswadhi Prantono Loe serta sekretaris pribadi istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi, bernama Ainul Faqih juga dinyatakan terbukti menerima suap bersama-sama Edhy.
"Mengadili menyatakan terdakwa 1 Amiril Mukminin, terdakwa 2 Siswadi Pranoto Loe dan terdakwa 3 Ainul Faqih terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata ketua majelis hakim Albertus Usada di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Ketiganya terbukti melakukan pasal 12 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing terdakwa Amiril Mukminin selama 4 tahun dan 6 bulan dan denda sejumlah Rp300 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan; terdakwa 2 Siswadhi Pranoto Loeselama 4 tahun dan denda sejumlah Rp300 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 4 bulan; terdakwa 3 Ainul Faqih selama 4 tahun dan denda sejumlah Rp300 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 4 bulan," ungkap hakim Albertus.
Vonis tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Amiril Mukminin divonis 4,5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan, Siswadhi Pranoto Loe divonsi 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan dan Ainul Faqih divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Baca juga: Dua staf khusus eks Menteri KP Edhy Prabowo divonis 4,5 tahun penjara
Baca juga: Mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara
"Menghukum terdakwa 1 Amiril Mukminin untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp2.369.090.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan terdakwa," tambah hakim Albertus.
Bila Amiril tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk
menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 1 tahun," ungkap hakim Albertus.
Hal yang memberatkan dalam perbuatan para terdakwa adalah karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi
"Hal yang meringankan para terdakwa bersikap sopan di persidangan, para terdakwa belum pernah dihukum khusus terdakwa 2 Siswadi Pranoto Loe mengakui terus terang perbuatannya dan telah mengembalikan seluruh uang yang dinikmatinya serta telah ditetapkan sebagai 'justice collaborator', khusus terdakwa 3 Ainul Faqih tidak mendapatkan keuntungan dalam perkara ini," tutur hakim Albertus.
Dalam perkara ini, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dinyatakan terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250 bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi Iis Rosita Dewi yaitu istri Edhy Prabowo) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjito dan perusahaan pengekspor BBL lain.
Rincian penerimaan suap adalah Edhy Prabowo menerima uang sejumlah 77 ribu dolar AS dari Suharjito dan menerima Rp24.625.587.250 dari pengusaha lainnya.
Selanjutnya Safri menerima uang 26 ribu dolar AS, Siswadhi Pranoto Loe menerima totalnya Rp13.199.689.193, Andreau Misanta Pribadi menerima Rp10.731.932.722 dan Amiril Mukminin menerima Rp2.369.090.000
Edhy selaku Menteri KP ingin memberikan izin pengelolaan dan budidaya lobster dan ekspor BBL dengan menerbitkan Peraturan Menteri KKP No 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah NKRI pada 4 Mei 2020.
Edhy Prabowo pada 14 Mei 2020 lalu menerbitkan keputusan menteri tentang pembentukan Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster (Panulirus spp) dengan menunjuk Andreau Misanta selaku Ketua dan Safri selaku Wakil Ketua. Tugas tim itu adalah memeriksa kelengkapan dan validitas dokumen yang diajukan oleh perusahaan calon pengekspor BBL.
Pada 10 Juni 2020, Amiril Mukminin dan Andreau Misanta meminta Deden untuk memasukkan nama Nursan dan Amir yaitu teman dekat dan representasi Edhy ke dalam kepengurusan PT ACK dan membuat perubahan saham yaitu Nursan yang kemudian diganti posisinya oleh Achmad Bahtiar selaku komisaris dan mendapat saham 41,65 persen; Amri selaku Direktur Utama mendapat 40,65 persen; Yudi Surya Atmaja selaku representasi PT PLI mendapat 16,7 persen dan PT Dentras Interkargo Perkasa mendapat 1 persen.
Padahal, senyatanya Nursan, Achmad Bachtiar dan Amri hanya dipinjam namanya sebagai pengurus perusahaan (nominee) serta tidak memiliki saham di PT ACK.
Selanjutnya ditetapkan bahwa biaya ekspor BBL Rp1.800 per ekor bagi seluruh perusahaan pemohon izin budi daya dan ekspor BBL dengan pembagian PT PLI mendapat biaya operasional pengiriman sebesar Rp350 dan PT ACK mendapat Rp1.450 per ekor BBL.
Dalam persidangan terungkap fakta bahwa seluruh dokumen permohonan izin budidaya dan ekspor BBL masuk ke Tim Uji Tuntas dulu sebelum diteruskan kepada Dirjen Perikanan Budidaya dan Dirjen Perikanan Tangkap.
Bahkan bagi pemohon izin yang belum memberikan kejelasan "fee" maka permohonannya tidak akan diproses (ditahan) oleh Tim Uji Tuntas.
Baca juga: MAKI prediksi vonis hakim untuk Edhy Prabowo sesuai tuntutan
Baca juga: Pakar hukum nilai tuntutan KPK terhadap Edhy Prabowo tidak maksimal
Direktur PT DPPP Suharjito memberikan uang "commitment fee" sejumlah 77 ribu dolar AS untuk Edhy Prabowo melalui Safri dan Amiril Mukminin selanjutnya setelah uang diberikan staf uji Kementerian Kelautan dan Perikanan Dalendra Kardina segera memproses permohonan izin budidaya dan izin ekspor BBL PT DPPP.
Sejak Juni-November 2020, PT ACK mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp38.518.300.187 baik dari PT DPPP dan perusahaan-perusahaan eksportir BBL lainnya.
Kemudian pada Agustus-November 2020 sampai dengan bulan November 2020, bagian Finance PT ACK Nini membagikan keuntungan yang berasal dari pembayaran jasa kargo BBL secara bertahap melalui transfer kepada pemilik saham PT. ACK seolah-olah sebagai deviden sejumlah Rp24.625.587.250 yang penggunaannya melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih dan Andreau Misanta Pribadi.
Terkait perkara ini, Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan; Andreau Misanta Pribadi dan Safri divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Terhadap perkara tersebut keenam terdakwa dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021