Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Anis Matta mengatakan, penundaan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda tak mengganggu hubungan kedua negara.
"Seharusnya tidak perlu, tapi Indonesia tetap minta klarifikasi dari Belanda. Karena kunjungan ini sudah gagal maka pemerintah Indonesia harus segera minta klarifikjasi sikap Belanda soal Republik Maluku Selatan (RMS) itu," kata Anis di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.
Ia menyebutkan, dirinya tidak mengetahui sejauhmana dan apakah ada sesuatu selain masalah pengadilan HAM di Den Haaq terkait RMS.
"Saya tidak mengerti sejauh ini ada kasus lain selain soal pengadilan HAM. Seandainya hasil klarifikasi, sikap pemerintah Belanda tidak melihat bahwa sikapnya soal RMS tidak terlalu menguntungkan pihak Indonesia, maka kita perlu evaluasi hubungan kedua negara, program kerja sama dengan Belanda," kata Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera.
Ia menyebutkan, seharusnya Presiden Yudhoyono tidak perlu khawatir dengan adanya pengadilan HAM di Belanda.
"Dalam kasus ini, Presiden Yudhoyono harus bisa mengabaikan ancaman dan tuntutan itu, dengan cara begitu, Presiden Yudhoyono sekaligus menguji sejauhmana sikap ril Belanda ini karena kunjungan ini atas undangan pemerintah Belanda," kata Anis.
Selain itu, dengan tetap berkunjung ke Belanda, Pemerintah Indonesia bisa menguji sikap Belanda dalam menjalin hubungan kedua negara.
"Dengan tetap berkunjung, kita bisa menguji sikap itu, kita bisa ketahui sejauhmana hubungan kita dengan Belanda dan selanjutnya bisa dikembangkan," ujar Anis.
Dengan mengabaikan tuntutan tersebut, sebenarnya Indonesia menunjukan sikap yang kuat dan konsisten.
"Tapi dengan membatalkan kunjungan itu, justru kita memperlihatkan sikap dan posisi kita menjadi lemah. Artinya rencana besar tidak seharusnya batal dengan kerikil-kerikil kecil," sebut dia.
Komisi I DPR, lanjutnya, akan meminta penjelasan dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa soal penundaan kunjungan tersebut.
"Tidak perlu nota keberatan kepada Belanda. Tidak perlu sampai ke situ. Hasil klarifikasi bisa disampaikan Marty ke Komisi I DPR RI," kata Anis.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Golkar Priyo Budi Santoso mengaku kaget dengan penundaan kunjungan Presiden Yudhoyono karena ada yang ingin menangkap Presiden.
"Kami kaget mendengar Presiden batal, kalau benar di sana ada gerakan menangkap Presiden Yudhoyono karena RMS. Saya menyesalkan tindakan tidak tahu diri sekelompok orang Belanda yang masih mengumbar sikap sebagai tuan besar," kata Priyo.
Priyo mengingatkan kepada pemerintah dan masyarakat Belanda untuk tidak bertindak semena-mena kepada Indonesia. Belanda mempunyai utang budi dan nyawa kepada Indonesia.
Belanda berdosa karena telah menjajah Indonesia selama 350 tahun. Presiden Indonesia tidak perlu melanjutkan rencana lawatannya karena tidak penting.
"Jangan salahkan ada ikhtiar menuntut mereka di Makhamah Internasional untuk mempertanggungjawabkan bahwa mereka berlaku kejam di Indonesia," kata Priyo.
Di sisi lain, Priyo juga meminta Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memantau perkembangan di Belanda. Apakah benar kondisinya sedramatis sehingga Presiden Yudhoyono akan ditangkap.
Masalah ini memerlukan diplomasi tingkat tinggi karena mengancam sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia dan menjadi catatan buruk bagi sejarah diplomasi Indonesia
"Bagi saya negara Belanda kecil, tapi pemerintah juga jangan terlalu sensitif. Ini perlu diklarifikasi," kata Priyo. (*)
(ANT-134/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010