Gorontalo (ANTARA News) - Salah seorang dosen di Universitas Negeri Gorontalo, menginisiatifi pendirian posko perlawanan atas rencana penambangan di hutan konservasi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), yang kini telah dialihfungsikan menjadi hutan produksi terbatas.
"Pendirian posko perlawanan ini bertujuan untuk menggalang kekuatan kolektif berbagai elemen masyarakat, yang menolak alih fungsi hutan TNBNW untuk ekploitasi pertambangan dengan skala yang sangat besar itu," Ujar Suleman Bouti, dosen UNG yang menjadi inisiator itu, Senin.
Saat ini, sudah ada sejumlah elemen yang menyatakan bersedia bergabung dalam posko perlawanan, yang didirikannnya di sekitar kompleks kampus UNG tersebut, antara lain dari kalangan aktivis lingkungan akademisi, serta jurnalis.
Dia mengatakan, pendirian posko ini dilatar belakangi oleh keprihatinan sekaligus kekhawatiran akan dampak buruk atas rencana ekspansi besar-besaran perusahaan pertambangan di kawasan alih fungsi di hutan "keramat" yang kaya dengan keanekaragaman hayati itu.
Ironisnya, ada segelintir akademisi UNG yang turut merekomendasikan penambangan dalam skala besar itu, dengan menjadi anggota tim kajian terpadu dalam rencana alih fungsi TNBNW seluas 14 ribu hektar, yang kini telah disetujui komisi IV DPR RI dan ditetapkan melalui surat keputusan menteri kehutanan nomor 324 tahun 2010.
"Saya dan rekan-rekan akademisi lainnya yang pro lingkungan, siap berhadapan dengan sesama dosen di kampus UNG, saya tahu betul, keterlibatan mereka tanpa sepengetahuan institusi," Kata dia.
Kebijakan alih fungsi hutan TNBNW yang diusulkan pemerintah provinsi Gorontalo pada 2008 silam ini , didasarkan pada maraknya kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI), yang sudah berlangsung selama puluhan tahun dan dituding menjadi perusak lingkungan di wilayah itu.
Kepala dinas Kehutanan , pertambangan dan energi setempat, Husen Alhasni, sebelumnya mengakui kini sudah ada 31 perusahaan tambang yang telah mengajukan ijin penambangan, , salah satunya yang terbesar adalah PT Gorontalo Mineral, anak perusahaan PT bumi Resources milik Bakrie group. Berdasarkan hasil riset yang pernah dilakukan , kandungan emas di areal itu sebanyak 120 hingga 200 ton.
Sebelumnya, penolakan alih fungsi hutan konservasi terbesar di Gorontalo itu, dilancarkan oleh sejumlah elemen masyarakat, di antaranya dari organisasi lingkungan Jaring advokasi pengelolaan sumber daya alam (Japesda) dan Komunitas Untuk Bumi (KUBU), serta dari sejumlah anggota DPRD setempat. (SHS/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010