Moskow (ANTARA News/AFP) - Sebuah pesawat Rusia yang membawa 73 penumpang melakukan pendaratan darurat Minggu setelah seorang penelepon gelap menyatakan ada bom di dalam pesawat itu, kata sejumlah pejabat.
Pesawat Yak-42 itu, yang sedang dalam perjalanan dari Moskow menuju Grozny, ibukota Chechnya, mendarat di sebuah bandara dekat kota Volgograd, kata Sergei Izvolsky, seorang juru bicara badan penerbangan federal Rusia, Rosaviatsia.
"Semua penumpang selamat," kata Izvolsky kepada Reuters.
Ia menambahkan bahwa pihak berwenang telah mengosongkan pesawat itu dan melakukan pemeriksaan untuk mencari bom.
Rusia memerangi separatisme muslim di Chechnya -- dimana gerilyawan mengobarkan dua perang dengan Moskow sejak pertengahan 1990-an -- dan di provinsi-provinsi berdekatan di Kaukasus Utara.
Gerilyawan mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan mematikan terhadap kereta-api dalam beberapa tahun ini, namun belum ada serangan fatal terhadap sebuah pesawat penumpang di Rusia sejak wanita-wanita Chechnya meledakkan dua pesawat pada 2004 yang menewaskan sekitar 90 orang.
Bandara Grozny ditutup antara 1994 dan 2007 karena kekhawatiran akan keamanan.
Kekerasan berkobar di Kaukasus Utara yang berpenduduk mayoritas muslim, dimana gerilyawan yang marah karena kemiskinan dan terdorong oleh ideologi jihad global ingin mendirikan sebuah negara merdeka yang berdasarkan hukum sharia.
Pada 24 September, sejumlah penyerang bersenjata menembak mati seorang kepala sekolah di rumahnya di provinsi Dagestan, Rusia, sementara bentrokan lain menewaskan delapan orang di wilayah Kaukasus Utara.
Dalam beberapa bulan ini, serangan terhadap guru dan imam semakin sering terjadi di Dagestan, dalam apa yang disebut analis sebagai upaya gerilyawan untuk mengincar orang-orang yang mereka yakini tidak mematuhi ajaran Islam yang benar.
Kremlin hingga kini masih berusaha mengatasi gerilyawan muslim di Kaukasus, satu dasawarsa setelah pasukan federal mendongkel dominasi separatis di Chechnya.
Dagestan, yang terletak di kawasan pesisir Laut Kaspia, telah menggantikan wilayah-wilayah tetangganya sebagai pusat kekerasan di Kaukasus Utara yang berpenduduk mayoritas muslim.
Pada 12 September, sejumlah orang bersenjata menembak mati seorang aparat keamanan senior di Republik Dagestan, sementara polisi membunuh sedikitnya tujuh gerilyawan.
Gapal Gadzhiyev, kepala pemberantasan ekstrimisme kepolisian Distrik Federal Kaukasus Utara, tewas ditembak di dalam mobilnya ketika ia sedang menuju tempat kerjanya di Makhachkala, kata kantor-kantor berita.
ITAR-TASS mengutip satu sumber kepolisian yang mengatakan, tujuh militan yang bersembunyi di dalam sebuah rumah di Makhachkala tewas selama operasi keamanan.
Pada 29 April, serangan bom mobil bunuh diri menewaskan dua polisi dan melukai tujuh orang di wilayah Kaukasus Utara Rusia itu, kata seorang juru bicara kepolisian provinsi Dagestan.
Pelaku meledakkan bom setelah polisi menghentikan mobilnya di sebuah pos pemeriksaan sekitar 100 kilometer sebelah utara ibukota Dagestan, Makhachkala.
Dagestan berbatasan dengan Chechnya di Kaukasus Utara, dimana Rusia menghadapi kekerasan muslim garis keras, dan provinsi yang berpenduduk mayoritas muslim itu seringkali dilanda serangan dengan sasaran aparat penegak hukum dan pejabat pemerintah.
Serangan bom itu terjadi sebulan setelah dua pemboman yang dilakukan wanita-wanita penyerang bunuh diri dari Dagestan menewaskan 40 orang di metro Moskow pada 29 Maret, yang meningkatkan kekhawatiran mengenai gelombang serangan baru di wilayah Rusia itu oleh gerilyawan yang berpangkalan di Kaukasus.
Pemboman Moskow itu disusul dengan sejumlah serangan mematikan di Kaukasus Utara, termasuk dua ledakan bom bunuh diri yang menewaskan 12 orang, sebagian besar polisi, di Dagestan pada 31 Maret.
Serangan-serangan itu telah membuat Kremlin berjanji lagi menumpas gerilyawan di Kaukasus Utara. Wilayah tersebut dilanda kekerasan sejak dua perang pasca-Sovyet terjadi di Chechnya antara pasukan pemerintah dan gerilyawan separatis. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010