Surabaya (ANTARA News) - Serikat karyawan Telkom menolak penggabungan Flexi Esia anak perusahaan Group Bakrie karena dinilai semakin merugikan kalangan pekerja dan masyarakat dibandingkan dengan manfaatnya.
"Sikap penolakan kami ini harus diambil, karena penggabungan ini berpotensi digugat banyak pihak karena melanggar persaingan usaha di sektor telekomunikasi," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Karyawan Telkom, Wisnu Adhi Wuryanto, per telepon dari Bandung, Sabtu.
Menurut dia, pelanggaran persaingan usaha tersebut pernah disuarakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan penggabungan ini akan merugikan masyarakat karena perusahaan hasil penggabungan ini dapat mempermainkan tarif CDMA.
"Apalagi, penggabungan Flexi - Esia akan menguasai lebih 90 persen pangsa pasar CDMA. Kalau ini terjadi, masyarakat bisa menjadi korban monopoli kedua perusahaan tersebut," ujarnya.
Ia menjelaskan saat ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan penggabungan Flexi dengan Esia atau dengan perusahaan manapun karena performa kinerja yang ada.
"Bahkan, Serikat Karyawan Flexi akan tetap nyaman jika tetap berada di naungan bendera Telkom Group," katanya.
Ia menilai penggabungan kedua operator CDMA tersebut kental nuansa politis, baik dilihat dari posisi Esia sebagai anak perusahaan Group Bakrie maupun dihubungkan dengan rencana Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) Telkom yang mengagendakan penggantian Direksi Telkom dalam waktu dekat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Sekar Telkom, Asep Mulyana, mengkhawatirkan dampak penggabungan Flexi dengan Esia terhadap karyawan Telkom yang saat ini ditempatkan di Divisi Flexi.
"Penggabungan tersebut bisa mengakibatkan ketidakjelasan status karyawan Telkom yang saat ini berada di Divisi Telkom Flexi sebagai karyawan BUMN," katanya.
Padahal, tambah dia, saat ini perjalanan bisnis Flexi sangat prospektif. Untuk itu, tidak ada alasan harus digabung dengan Esia.
"Ke depan, Flexi dan Esia lebih baik bersaing secara sehat.Kami siap beraudiensi dengan pihak terkait tentang masalah ini," katanya.
(ANT071/E011)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010