Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) berkomitmen mewujudkan transisi energi dengan menargetkan portofolio energi hijau sebesar 17 persen dari keseluruhan bisnis energinya pada 2030 mendatang.

Direktur Utama Pertamina New Renewable Energy (NRE) Dannif Danusaputro mengatakan saat ini portofolio energi hijau perseroan baru mencapai 9,2 persen.

“Sebagian besar portfolio tersebut dikelola oleh Pertamina NRE sebagai sub-holding Pertamina yang fokus pada pengembangan energi baru terbarukan," kata Dannif dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan target portofolio energi hijau itu merupakan dukungan kepada pemerintah untuk mewujudkan bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.

Menurutnya, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bisnis energi akan selalu mendukung upaya pemerintah untuk mencapai target bauran tersebut.

Komposisi energi hijau 17 persen Pertamina antara lain listrik panas bumi, hidrogen, baterai kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi, gasifikasi, bioenergi, green refinery, ekonomi karbon melingkar, dan energi baru terbarukan.

"Dekarbonisasi adalah salah satu sasaran dari pengembangan energi baru terbarukan di Pertamina untuk mendukung komitmen pemerintah menekan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030,” ujar Dannif.

Pertamina NRE menargetkan kapasitas terpasang energi hijau sebesar 10 gigawatt pada 2026 yang dicapai dari bisnis gas to power sebesar enam gigawatt, energi terbarukan tiga gigawatt, dan sejumlah inisiatif pengembangan energi lainnya sebesar satu gigawatt.

Baca juga: Inggris bersiap menjadi pemimpin energi hijau dunia

Perseroan juga menyasar captive market guna mencapai target tersebut, yaitu wilayah operasi Pertamina maupun di luar itu termasuk ekspansi ke pasar luar negeri. Selain itu upaya yang juga dilakukan adalah pengembangan secara anorganik.

Saat ini proyek energi baru terbarukan yang telah dioperasikan Pertamina NRE antara lain PLTS Badak dengan kapasitas sebesar empat megawatt, PLTBg Sei Mangkei berkapasitas 2,4 megawatt, O&M PLTBg Kwala Sawit dan Pagar Merbau berkapasitas 2x1 megawatt, serta PLTS di sejumlah SPBU Pertamina dengan total kapasitas 260 kilowatt.

Sedangkan proyek yang sedang berjalan, antara lain PLTGU Jawa I dengan kapasitas 1,8 gigawatt, PLTS Sei Mangkei sebesar dua megawatt, PLTS RU Dumai berkapasitas dua megawatt, dan PLTS RU Cilacap dengan kapasitas sebesar dua megawatt.

Pertamina membidik dua hal terkait transisi energi, yaitu dekarbonisasi dan efisiensi. Perseroan akan melakukan transisi energi di bisnisnya mengingat sebagian besar proyek yang digarap masuk berbasis energi fosil.

"Dalam waktu dekat kami juga akan mengerjakan proyek pemasangan PLTS di 1.000 SPBU Pertamina,” ungkap Dannif.

Beberapa inisiatif pengembangan energi baru yang saat ini sedang dijajaki Pertamina NRE, antara lain hidrogen biru dan hidrogen hijau.

Beberapa waktu lalu, perseroan juga menandatangani nota kesepahaman dan joint study agreement (JSA) dengan sejumlah perusahaan Jepang, LEMIGAS Kementerian ESDM, dan Institut Teknologi Bandung untuk pengembangan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS) di lapangan Gundih dan Sukowati.

Pertamina juga menjadi salah satu pemegang saham Indonesia Battery Corporation (IBC), holding BUMN yang dibentuk untuk mengelola industri baterai dari hulu ke hilir. BUMN lain pemegang saham IBC antara lain MIND ID, PT Aneka Tambang, dan PT Perusahaan Listrik Negara.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021