Yogyakarta (ANTARA) - Tim pengembang memastikan alat skrining dan diagnostik COVID-19 berbasis embusan napas GeNose C19 masih digunakan di sektor kesehatan dan korporasi di Tanah Air selama penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
Anggota Tim Peneliti dan Pengembang GeNose C19 dr Dian Kesumapramudya Nurputra melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Selasa, menuturkan tidak digunakannya GeNose C19 pada koridor transportasi bukan berarti GeNose C19 tak lagi menjadi alat skrining COVID-19 alternatif di sektor-sektor lain.
Baca juga: Tim pengembang tegaskan izin edar GeNose C19 masih berlaku
"Yang tidak dipakai sementara itu hanya di transportasi, sementara yang di rumah sakit dan berbagai perusahaan, GeNose C19 masih terus dipakai," ujar Dian.
Saat ini, kata dia, tim pengembang masih terus mengevaluasi data hasil tes yang masuk melalui alat, juga kualitas pelayanannya. Proses validasi eksternal oleh Universitas Airlangga dan Universitas Indonesia juga masih berjalan.
GeNose C19 dipasarkan pada Februari 2021 setelah lolos uji konsep dan uji klinis. Uji pasca pemasaran atau uji validasi eksternal sedang dijalani GeNose C19.
Baca juga: Bertambah 2, KAI kini layani pemeriksaan GeNose C19 di 65 stasiun
Ia mengatakan proses ketiga ujian tersebut sudah dan sedang dijalani sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Menurut Dian, mengembangkan dan menerapkan teknologi inovatif seperti GeNose C19 memang penuh dengan tantangan. Metode "breath analyzer" atau "breathalyzer" di Indonesia untuk pemeriksaan penyakit belum terlalu populer di Indonesia.
Saat ini Amerika Serikat, Israel, Singapura, Belanda dan Perancis juga tengah mengembangkan alat yang serupa dengan GeNose C19.
Baca juga: Fasilitas tes GeNose C19 sudah tersedia di 18 bandara AP II
"Tetapi sekali lagi desain keenam negara itu berbeda-beda. Sementara alat serupa di negara lain napas disemburkan langsung ke alat, GeNose C19 tidak. Metode semburan langsung itu memiliki kekurangan dan kelebihan dari sisi medis. Itulah kenapa GeNose tidak menyembur ke mesin, melainkan melalui kantong," kata Dian.
Teknik pemeriksaan penyakit melalui semburan napas itu bukanlah metode yang tidak dikenal sama sekali di dunia medis. Hal itu sudah dikembangkan sejak 2008 di banyak negara untuk memeriksa hasil metabolisme kanker paru, nasofaring, dan infeksi tukak lambung.
Suatu virus penyakit bisa diperiksa dengan melihat tiga hal yaitu dengan mengecek badan virus, reaksi tubuh terhadap virus, dan produk metabolisme dari virus tersebut.
Metode pertama diterapkan oleh tes PCR, kedua oleh antigen dan antibodi sedangkan GeNose C19 menerapkan pendekatan metode ketiga. Metabolisme virus dideteksi GeNose C19 dalam bentuk Volatile Organic Compound (VOC).
Hasil pengujian GeNose C19 terbagi ke dalam empat jenis yaitu positif lemah, positif kuat, negatif lemah serta negatif kuat. Hasil tersebut berkaitan dengan kemungkinan kapan pasien uji terpapar COVID-19.
Jika pengguna bergejala dan sudah beberapa hari terpapar COVID-19, GeNose C19 akan membaca VOC dari sampel napas pengguna tersebut sebagai positif kuat.
"Semua alat tes itu pasti ada negatif dan positif palsunya, maka penting untuk menilai hasil tes sesuai dengan kapasitas alat tes itu dan ada tidaknya gejala di pasien," ungkap Dian.
Jika pasien uji mendapati hasil tes GeNose C19 sebagai positif, menurut dia, pasien perlu mengulang tes tersebut di hari berikutnya dengan GeNose C19 pula untuk memastikan. Jika masih juga positif, pasien dapat langsung jalani tes PCR.
Ia mengatakan GeNose C19 dengan teknologi AI dirancang untuk memberikan pelayanan yang terjangkau pada masyarakat sehingga saat ini dirasa murah oleh banyak pihak. Tarif murah itu disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, dengan harga per unit kurang lebih Rp70 juta dan dapat digunakan ratusan ribu kali. Dengan begitu, tarif layanan Genose yang berkisar Rp30-50 ribu sangat terjangkau masyarakat. Bagi penyedia layanan, tarif murah juga akan sangat menarik dari aspek bisnisnya.
Kedua, lanjut Dian, Tim Peneliti dan Pengembang secara moral ingin membantu penanggulangan COVID-19 sehingga komponen biaya kecerdasan buatan yang biasanya berharga mahal bahkan miliaran rupiah tidak dijadikan sebagai komponen harga.
Tim ingin sepenuhnya mengabdikan teknologi inovatif itu untuk kepentingan masyarakat luas. Harga unit GeNose C19 menjadi terjangkau apalagi dalam masa sulit seperti ini.
Ketiga, GeNose C19 adalah produk dalam negeri karya anak bangsa yang didasari pada hasil riset secara terukur dan ilmiah.
Pada awal peluncuran, Artificial Intelligence (AI) atau otak elektronik GeNose C19 adalah versi 1.1.2. Saat ini AI versi 1.3.2 build 7 sudah tersedia. Setiap tiga bulan, kecerdasan buatan itu akan terus diperbarui dengan semakin banyaknya sampel napas yang masuk dan itu artinya GeNose C19 akan semakin akurat.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021