Pekanbaru, 2/10 (ANTARA) - Tim medis Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau melakukan otopsi terhadap bangkai harimau Sumatera di tengah jalan yang berada di belakang kantor tersebut, di Pekanbaru, Sabtu.

Berdasarkan pantuan ANTARA yang mengikuti proses otopsi, petugas balai meletakan harimau yang diperkirakan berusia 4-5 tahun itu di atas jalan aspal beralaskan terpal biru. Saat itu kondisi sudah gelap, sehingga tim medis terpaksa memanfaatkan lampu halogen darurat yang biasa digunakan saat listrik padam.

Selain itu, mereka juga dibantu oleh penerangan lampu mobil milik petugas BBKSDA yang menyorot dari berbagai penjuru.

Harimau Sumatera yang diotopsi petugas itu sebelumnya mati dalam kerangkeng BBKSDA pada Jumat (1/10) lalu, setelah ditangkap di daerah konflik dengan manusia di Desa Tanjung Tanjung Leban yang merupakan kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis.

Petugas terpaksa menangkap hewan liar itu karena telah memangsa seorang buruh kelapa sawit dan ternak milik warga.

Kepala Bidang Teknis Konservasi BBKSDA Riau mengatakan, otopsi dilakukan untuk memastikan penyebab kematian harimau. Menurut dia, otopsi tersebut adalah prosedur wajib yang dilakukan terhadap satwa dilindungi yang telah mati.

Namun, ia tidak menjelaskan mengapa proses otopsi dilakukan di tengah jalan.

"Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian harimau," ujarnya.

Menurut Dokter Hewan BBKSDA, Rini, tim medis menemukan fakta bahwa harimau malang itu telah sakit sebelum ditangkap. Sebabnya, tim medis menemukan kelainan fungsi paru-paru dan jantung yang telah cukup parah.

"Kelainan pada paru-paru dan jantung harimau terjadi dalam proses yang lama," katanya.

Ia juga bisa memastikan bahwa penyebab kematian harimau bukan karena diracun.

Sebelumnya, WWF menyatakan kematian harimau liar itu akibat penangkapan yang tidak sesuai prosedur. Sebabnya, instansi terkait tidak melibatkan paramedis dalam proses penangkapan harimau itu padahal kehadiran paramedis merupakan standar prosedur penanganan satwa liar.

Humas WWF Riau Syamsidar mengatakan instansi itu juga membiarkan ketika warga melakukan proses penangkapan harimau menggunakan jerat seutas kawat baja yang terdapat bagian kawat runcing dan tajam di perkebunan kelapa sawit.

Mereka menjebak harimau dengan umpan seekor ayam, diawasi sejumlah personel polisi dan petugas BKSDA Riau. Ketika jeratan berhasil, maka satwa liar itu pun dimasukkan dalam kerangkeng yang telah disiapkan.

"Menangkap satwa liar yang dilindungi dengan menggunakan jerat seling biasanya dipraktekkan para pemburu di alam bebas untuk menghindari kontak langsung dengan hewan yang diburu dengan alasan keselamatan di pihak manusia," katanya.***1***(T.F012)

(T.F012/B/I006/I006) 02-10-2010 09:29:58

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010