Kabul (ANTARA News/Reuters) - Serangan udara NATO menewaskan empat warga sipil Afghanistan dan melukai tiga orang lain di provinsi Ghazni, sebelah baratdaya Kabul, demikian diakui Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO, Kamis.

Serangan udara itu dilakukan setelah pasukan asing dan Afghanistan diserang tembakan oleh sekitar delapan gerilyawan di distrik Andar pada Rabu, namun sekelompok warga sipil tidak bersenjata tanpa sengaja terkena serangan itu, bukannya gerilyawan, kata ISAF dalam sebuah pernyataan.

Korban-korban yang cedera dibawa ke rumah sakit ISAF dan ganti rugi akan diberikan kepada keluarga korban yang tewas, menurut pernyataan itu.

Laporan tengah tahun PBB menunjukkan kemerosotan keamanan di Afghanistsan pada paruh pertama 2010, dengan korban tewas sipil akibat kekerasan naik 31 persen, meski kematian oleh serangan udara turun 64 persen.

Pasukan internasional pimpinan AS bertanggung jawab atas kematian puluhan warga sipil, khususnya dalam serangan udara selama pertempuran dengan Taliban dan gerilyawan lain.

Kematian warga sipil itu telah menjadi masalah sensitif antara NATO dan para pemimpin Afghanistan, yang bersikeras bahwa insiden semacam itu telah mengikis dukungan publik bagi pemerintah Kabul yang didukung Barat.

Tidak kali ini saja korban sipil berjatuhan dalam serangan pasukan asing di Afghanistan.

Pada September tahun lalu, serangan udara AS yang diminta oleh pasukan Jerman menewaskan puluhan orang di Kunduz, sedikitnya 30 orang dari mereka warga sipil. Serangan itu mengarah pada pengunduran diri menteri pertahanan Jerman.

Serangan udara NATO yang menewaskan keempat warga sipil itu terjadi di tengah meningkatnya serangan-serangan gerilya terhadap pasukan asing di Afghanistan.

Jumlah prajurit asing yang tewas dalam operasi militer di Afghanistan sejak awal tahun ini telah melampaui 540, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Rata-rata, dua prajurit asing tewas setiap hari di Afghanistan.

Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus-September sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010