PBB (ANTARA News/Reuters) - Madagaskar merupakan satu-satunya negara yang tidak berpidato pada pertemuan Majelis Umum PBB tahun ini, memilih tidak berbicara untuk menghindari perselisihan dengan negara Afrika lainnya karena masalah keabsahan pemerintahnya.

Keputusan itu menyusul insiden tahun lalu ketika negara-negara Afrika merintangi Presiden Madagaskar Andry Rajoelina berpidato di majelis, mengatakan naiknya ke kekuasaan melalui kudeta militer membuatnya tidak sah.

Misi Madagaskar di PBB mengedarkan pesan lainnya pada akhir pekan lalu, mengatakan bahwa meskipun Menlu Hippolyte Rarison Ramaroson telah datang ke New York, ia tidak akan berpidato di majelis untuk "menghindari pembicaraan yang tidak perlu dan tidak produktif".

Beberapa diplomat mengatakan, bagaimanapun, bahwa keputusan akhir itu diambil pada hari terakhir pertemuan majelis PBB Rabu, hari menteri -- yang diundang oleh PBB untuk mengambil bagian dalam sidang mejelis umum -- seharusnya berbicara.

"Kami tidak ingin mengulangi hal itu," kata Rarison Ramaroson pada Reuters dalam satu wawancara, merujuk pada insiden yang membingungkan, di mana negara-negara Afrika itu mengumpulkan 23 banding empat suara untuk mencegah Rajoelina berbicara. Sebagian besar dari 192 negara anggota PBB abstain.

Rarison Ramartoson mengatakan bahwa ia malahan memusatkan perhatian untuk mengontak delegasi lainnya, berbicara dengan sejumlah pejabat Afrika, Eropa dan Amerika Latin, untuk menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi di Madagaskar.

Pada Maret tahun lalu, sejumlah tentara pembangkang mendukung Rajoelina mamakss ketika itu Presiden Marc Racalomanana pergi ke pengasingan dari Madagaskar, sebuah pulau besar di lepas pantai Afrika Timur. Pengambilalihan kekuasaan itu dianggap sebagai kudeta oleh negara-negara tetangga dan para donor membekukan bantuan bernilai ratusan juta dolar.

Bulan lalu, Rajoelina, bekas disk jockey berusia 36 tahun, menandatangani perjanjian dengan puluhan partai kecil yang ditujukan untuk mengakhiri krisis politik yang berlarut-larut, tapi perjanjian itu ditolak oleh para pemimpin oposisi utama.

Berdasarkan rencana pemerintah, referendum mengenai konstitusi baru akan diadakan pada 17 November, pemilihan legislatif 16 Maret tahun depan dan pemilihan presiden 4 Mei. (S008/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010