"Sekitar 70 persen dari pengaduan yang diterima Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terkait dengan lembaga pembiayaan yang melibatkan "debt collector (DC)", yang melakukan penagihan tanpa mempertimbangkan kondisi pihak yang ditagih selaku konsumen," kata Ketua LOS DIY Ananta Heri Pramono, di sela acara sosialisasi LOS, di Wonosari, Kamis.
Menurut dia, masyarakat mengeluhkan perilaku DC yang menarik biaya administrasi kolektor kepada konsumen, serta menyita barang milik konsumen, seperti kendaraan bermotor tanpa memperhitungkan kondisi konsumen.
"Beban konsumen menjadi berlipat ganda karena selain menanggung bunga tunggakan, juga masih dibebani biaya administrasi kolektor yang secara logika menjadi tanggung jawab perusahaan lembaga pembiayaan keuangan itu," katanya.
Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan klarifikasi kepada sejumlah perusahaan lembaga pembiayaan terkait dengan madalah tersebut. "Perusahaan itu ketika kami datangi mengaku sudah melarang DC yang disewa memungut biaya tambahan kepada konsumen, namun kenyataan di lapangan berbeda," katanya.
Ananta mengatakan sering mengalami kesulitan ketika menangani pengaduan dari masyarakat yang berkaitan dengan etika, yang serupa dengan sepak terjang DC yang disewa perusahaan lembaga pembiayaan.
"Kami merasa prinsip-prinsip etika usaha perlu dibakukan dengan peraturan tertulis untuk mempermudah dalam melakukan analisa masalah, dan apabila etika itu dilanggar, perlu diberi sanksi yang tegas," katanya.
Menurut dia, saat ini pihaknya sedang menggarap draf rancangan peraturan daerah tentang etika usaha.
"Kami sangat membutuhkan masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf rancangan perda tentang etika usaha, karena selama ini apa yang kami lakukan banyak menuai kritik," katanya.(ANT-160/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010