Jakarta (ANTARA) - Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyebutkan sebagian besar pasien yang pernah terinfeksi COVID-19, namun tidak terdeteksi.
"Dari jumlah estimasi warga yang pernah terinfeksi, hanya 8,1 persen yang terkonfirmasi. Sebagian besar yang pernah terinfeksi, tidak terdeteksi," kata Pandu dalam Konferensi Pers Diseminasi Hasil Survei Serologi COVID-19 yang digelar secara virtual, Sabtu.
Pandu mengatakan data yang didapatkan hasil dari survei yang dilakukan antara FKM UI, Lembaga Eijkman, CDC Indonesia, serta Pemprov DKI Jakarta menunjukkan sebagian besar orang terinfeksi COVID-19 yang terdeteksi maupun tidak terdeteksi, namun tidak pernah merasakan gejala secara medis.
Baca juga: Akademisi: Akselerasi vaksinasi butuh kerja sama masyarakat
Berdasarkan fakta tersebut, Pandu menilai kekebalan komunal di Jakarta akan lebih sulit tercapai karena Jakarta adalah kota terbuka dengan mobilitas intra dan antarwilayah yang tinggi.
"Konsekuensinya, semua penduduk yang beraktivitas di Jakarta, baik warga Jakarta maupun pendatang, harus memiliki kekebalan (telah tervaksinasi) yang dapat mengatasi semua varian virus," tutur Pandu.
Bahkan, Pandu menyebut tidak menutup kemungkinan kondisi pandemi berubah menjadi endemi dan diperlukan strategi penanganan pandemi secara cepat dan signifikan untuk jangka pendek, serta diperlukan antisipasi jangka menengah maupun panjang.
Karena, walau vaksinasi memang dapat menekan risiko perawatan di rumah sakit dan mengurangi risiko kematian, namun tidak bisa sepenuhnya menghentikan penularan.
Baca juga: Anies: 50 persen penduduk Jakarta harus divaksin COVID-19
Pandu mengharapkan pemerintah memperkuat 3T (Testing, Tracing, Treatment) agar dapat mengendalikan pandemi, serta melakukan percepatan vaksinasi untuk seluruh warga secara berkelanjutan.
"Namun, masyarakat juga harus terbiasa untuk mampu menilai risiko dan menjaga pola hidup sehat dengan kebiasaan 5M agar siap berkegiatan secara produktif di tengah ancaman jangka panjang endemi COVID19 dan tentu segera vaksinasi," ungkap Pandu.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta sejak awal menggunakan pendekatan saintifik dari para pakar sesuai bidangnya sebagai dasar pengambilan keputusan dan penanganan pandemi COVID-19 di Jakarta.
Baca juga: Anies ungkap PPKM turunkan mobilitas kendaraan hingga 62,3 persen
Dengan hadirnya hasil penelitian dari FKM UI, Lembaga Eijkman, CDC Indonesia dan lainnya, Anies menyebut penanganan dan perkembangan pandemi COVID-19 di Jakarta dapat menjadi referensi bagi daerah lain bahkan bagi kota-kota lain di dunia.
"Maka dari itu, Pemprov DKI Jakarta akan mendukung penuh berbagai metode ilmiah, termasuk penelitian, survei dan pengambilan data di tingkat mikro. Beberapa penelitian tentang COVID-19 di Jakarta sudah masuk di jurnal internasional dan ikut jadi feedback negara lain," ucap Anies.
Karena, kata Anies, Jakarta tidak boleh jadi "pemain lokal", namun harus jadi pemberi arah dunia internasional mengingat Jakarta adalah kota megapolitan terbesar di belahan selatan dunia.
"Dan kita memiliki pengalaman yang cukup untuk jadi pelajaran dunia internasional. Sehingga, kita ada di tataran global bukan semata-mata untuk menyerap info, tapi sebaliknya kita memberikan info, memberikan pengalaman dan bisa jadi rujukan," tutur Anies.
Baca juga: Mobil vaksin keliling untuk genjot cakupan vaksinasi di Jaksel
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021