Koba, Babel, (ANTARA) - Narkotika, psikotropika dan obat terlarang (Narkoba) bukan virus dan bukan juga jenis penyakit, tetapi sangat membahayakan dan mematikan karena disalahgunakan.
Prilaku yang terlarang dan menyimpang, mampu mengubah zat adiktif ini seperti virus dan kanker yang menyerang secara perlahan sehingga melemahkan daya tahan tubuh dan kesehatan manusia.
Banyak sebab yang melatarbelakangi kenapa manusia terjerat dan terjun dalam lembah napza itu. Mulai dari mencoba, terbiasa, ketergantungan, tergiur dan ada juga hanya tersugesti saja.
Dari berbagai alasan kenapa orang kecenderungan dengan obat terlarang itu, maka muncul pula beberapa kategori pelaku narkoba, yaitu pemakai, penjual, kurir dan bandar.
Kemudian terus berkembang, seperti penomena gunung es, sehingga berbentuk jaringan laba-laba dan bahkan dalam skala lebih besar dijadikan ladang bisnis.
Jaringan laba-laba narkoba ini terus berkembang hingga ke pelosok negeri, termasuk di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dikenal dengan negeri tambang karena banyak warga bekerja di lokasi penambangan bijih timah.
Pola transaksi dan pengembangan jaringan narkoba pada setiap daerah ternyata berbeda-beda, sesuai dengan kecenderungan masyarakat dan "pangsa pasar".
Kapolres Bangka Tengah AKBP Slamet Ady Purnomo mengatakan pengungkapan kasus narkoba terlihat lebih tinggi di Kecamatan Lubuk Besar dan rata-rata pelakunya adalah pekerja tambang bijih timah.
Demikian juga pengungkapan kasus di Kecamatan Sungaiselan dan Koba, kebanyakan pekerja tambang bijih timah.
Berdasarkan data dan pengungkapan kasus tersebut, ternyata jaringan narkoba sudah menyentuh para pekerja di lingkar tambang.
"Iya, jaringannya sudah menyentuh pekerja tambang. Alasan mereka menggunakan narkoba katanya tahan dingin dan panas," kata Slamet.
Apapun alasanya, kata Slamet, mereka sudah mengonsumsi sesuatu yang dilarang dan membahayakan bagi kesehatan sehingga wajib dihentikan.
Peredaran narkoba di lingkar tambang bijih timah seperti mata rantai yang cukup panjang sehingga membutuhkan waktu dan keterlibatan banyak pihak untuk memotong dan memutusnya.
Rata-rata pelaku narkoba berstatus pemakai, sementara kurir dan bandarnya berasal dari luar daerah yang merupakan bagian dari jaringan narkoba lintas provinsi.
"Justeru itu, kami kalau ingin membunuh pohon harus dicabut dengan akarnya. Putuskan jaringannya dan potong mata rantai peredarannya," ujarnya.
Baca juga: Pekerja tambang timah jadi sasaran peredaran narkoba
Tutup pintu masuk
Jajaran kepolisian di Bangka Tengah terus berupaya menutup pintu masuk "bisnis narkoba" dari luar daerah dengan menjaga ketat kawasan pelabuhan dan mencegat masuk dari pelabuhan tikus.
Bangka Tengah tentu sudah masuk dalam jaringan pasar narkoba karena secara geografis sebagai daerah kepulauan sangat memungkinkan.
Ada beberapa pulau kecil dan pelabuhan tikus yang bisa saja menjadi tempat penyelundupan barang terlarang itu, sehingga pintu masuk ke darat harus ditutup.
Selain itu, peredaran uang yang cukup kencang dari sektor bijih timah menjadikan lingkar tambang sebagai pasar yang menggiurkan.
Ditambah pula, sebagian pekerja tambang juga sudah mulai tergiur dan ketergantungan zat adiktif itu sehingga menjadi sebuah jaringan yang cukup kuat.
Namun demikian, menurut Slamet Ady Purnomo penegakan hukum terhadap pelaku narkoba bukan satu-satunya cara untuk memerangi dan membasminya, tetapi memerlukan komitmen bersama dari berbagai elemen masyarakat yang secara tegas menyatakan perang dan serang narkoba.
Sosialisasi bahaya narkoba harus terus digencarkan hingga ke pelosok desa, karena narkoba terkait dengan prilaku dan jaringan yang membuat orang tergoda, terbawa, tergiur dan akhirnya terlibat dalam kasus narkoba.
"Semua orang dan siapa saja sudah tahu bahwa narkoba itu tidak boleh dan berbahaya, tetapi tetap saja mendekatinya dan memakainya serta menjadikannya ladang bisnis," tambah Slamet.
Penguatan moral dan kepribadian sangat penting untuk bisa terhindar dari godaan narkoba, maka dibutuhkan peran para tokoh masyarakat baik tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda.
"Sosialisasi tentang bahaya narkoba tidak lagi harus dipilah berdasarkan kategori usia atau golongan, karena siapa saja bisa terlibat jika tersentuh jaringan narkoba," ujarnya.
Baca juga: Wali kota sebut 30 kilogram sabu beredar di Bangka Belitung
Fenomena gunung es
Menurut Ketua Milenial Keadilan Bangka Tengah (MBK) Dairi bahwa kasus narkoba, seperti fenomena gunung es yang hanya sedikit tampak ke permukaan, tetapi di bawahnya terdapat gumpalan cukup besar yang sangat membahayakan bagi kehidupan manusia.
Kasus narkoba belakangan ini cenderung cair ke bawah, sementara di atas tidak tersentuh sehingga peredarannya terus berkembang hingga ke pelosok negeri.
"Makanya perlu kerja sama semua pihak untuk memerangi narkoba. Kami dari MBK punya bagian khusus narkoba, yaitu bidang rehabilitasi dan sosialisasi berbasis masyarakat," jelas pria yang biasa dipanggil Bung Dodoi ini.
Dodoi menjelaskan, sepanjang Tahun 2020 tercatat sebanyak 24 kasus narkoba di Bangka Tengah dan hingga Mei 2021 tercatat 15 kasus narkoba yang mereka tangani (untuk direhabilitasi).
Secara data angka, memang Bangka Tengah belum masuk ke dalam kategori darurat narkoba namun tetap menjadi daerah potensial peredaran napza itu.
"Kami secara organisasi terus menggencarkan sosialisasi terkait bahaya narkoba, bahkan kami bekerja sama dengan beberapa lembaga untuk menekan angka kasus," ujarnya.
Pihaknya juga sudah bekerja sama dengan Polres Bangka Tengah dalam rangka menjalankan program kampung tangguh anti narkoba.
Kampung tangguh anti narkoba ini program baru dari pihak kepolisian yang juga selaras dengan program MBK, sehingga dua lembaga ini bersinergi dalam menjalankan program strategis itu.
"Kami juga bekerja sama dengan pihak kepolisian terkait rehabilitasi warga yang terlanjur menggunakan zat adiktif itu dan bertekad kuat untuk menghilangkannya," ujarnya.
Dodoi bersama anggotanya dalam organisasi MBK juga sudah menyiapkan rumah rehabilitasi yang cukup representatif untuk memulihkan pelaku narkoba.
"Selain direhab, pengguna narkoba juga diberikan pelatihan keterampilan sehingga bisa berdikari ketika kembali ke masyarakat. Ini juga bagian dari upaya agar mereka tidak tergiur kembali ke jaringan narkoba," tutup Dodoi.
Baca juga: Pelabuhan Tanjungkalian Mentok butuh alat pendeteksi narkoba
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021