Sering terlihat mengeluarkan kartu kuning atau merah bagi setiap pelanggaran, seorang wasit tahu keputusannya itu tidak bisa ditentang keesokan harinya. Tidak ada tajuk berita di tabloid yang meragukan penglihatan matanya atau kesadaran sang wasit saat membuat keputusan di lapangan.
Hal ini pulalah yang terjadi saat latihan wasit untuk Piala Dunia 2010 digelar beberapa waktu lalu. Sejumlah wasit yang berasal dari berbagai negara terlihat berada di lapangan mengujicobakan kemampuan mereka untuk memimpin pertandingan.
Michael Hester yang bertugas sebagai wasit saat pertandingan Korea Selatan melawan Yunani 12 Juni lalu mengatakan latihan dengan mengkondisikan suara-suara di stadion serta skenario-skenario di kotak penalti membantu wasit mencapai standar tertinggi.
"Kami sudah punya cukup bekal untuk melakukan tugas sebagai wasit pertandingan dalam suasana stadion yang gaduh. Latihan yang bisa menyimulasi kondisi pertandingan sangat ideal bagi kami. Berlatih secara terus menerus membuat kami siap menghadapi pertandingan selanjutnya," katanya.
Hester mengatakan FIFA telah banyak mengerahkan segala sumber daya untuk meningkatkan kualitas wasitnya serta membuat mereka berada dalam satu sikap jika menghadapi suatu kondisi tertentu.
Menghadapi pemain yang marah karena merasa dirugikan oleh keputusannya adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi seorang wasit selain kata-kata kotor atau menghina dari pemain.
"Mantera umum yang biasa dipakai para wasit adalah `mata besar dan telinga kecil`. Lihat apa yang harus dilihat dan jangan dengar terlalu banyak," tambahnya.
"Sepakbola kadang-kadang terasa seperti sebuah permainan industri dimana terdapat kata-kata yang bernada seperti itu. Ada batasan-batasan yang bisa diterima wasit dan selama batasan itu tidak dilanggar maka saya pikir kita semua bisa melalui satu pertandingan dengan baik," ujarnya. (A051/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010