Kalau minyak gampang untuk satu megawatt, panas bumi untuk 15 megawatt bisa dari satu sumur. Kalau dari sinar matahari harus berapa hektare
Jakarta (ANTARA) - Praktis perminyakan Rubi Rubiandini memandang energi baru terbarukan atau EBT tak mungkin bisa menggantikan posisi minyak dan gas bumi sebagai sumber energi primer di Indonesia.
"EBT is very welcome. Semua orang welcome kalau kita bisa mengembangkan EBT, tetapi kami yang tahu teknis tentang operasional enggak mungkin EBT menggantikan migas yang ada cuma substitusi," kata Rubi dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Mantan Kepala SKK Migas ini menjelaskan bahwa energi baru terbarukan hanya diperlukan sebagai sumber bahan bakar pengganti energi fosil yang kini masih dominan impor dan membebani keuangan negara.
Lebih lanjut dia mencontohkan konsumsi minyak saat ini mencapai 1,8 juta barel per hari, lalu anggap saja dilepas 800.000 ribu barel menyisakan 1 juta barel, maka angka itu tidak mungkin bisa dipenuhi oleh energi baru terbarukan.
"Kita tidak punya kemampuan yang cukup untuk memenuhi energi sebesar itu, kecuali bila nuklir dilepas. Selama bukan nuklir sebagai penggantinya, maka tidak mungkin," ucap Rubi.
Dia mengungkapkan sumber minyak dan gas bumi belum akan habis hingga 100 tahun ke depan, karena rata-rata kedalaman sumur eksplorasi hanya 15 kilometer, sedangkan lapisan tanah yang mengandung migas juga terdapat pada kedalaman 100 kilometer.
Baca juga: Teknologi digital dan EBT jadi pendorong transisi energi
Baca juga: Kementerian ESDM punya delapan strategi pengembangan EBT
Indonesia saat ini belum memiliki teknologi untuk mengeksplorasi sumber-sumber migas pada kedalaman tersebut.
Rubi juga mencontohkan tentang mobil listrik yang saat ini menjadi program pemerintah bidang transportasi dan energi.
Menurutnya, mobil listrik hanya mengurangi penggunaan bahan bahan bakar minyak tetapi untuk sumber setrum yang digunakan masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas, dan batu bara yang saat ini masih banyak dipakai oleh pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia.
Bahkan dari sisi pembangkit, seperti panel surya membutuhkan lahan yang cukup luas agar bisa menghasilkan listrik yang signifikan.
"Kalau minyak gampang untuk satu megawatt, panas bumi untuk 15 megawatt bisa dari satu sumur. Kalau dari sinar matahari harus berapa hektare," tukas Rubi.
Dalam proyeksi kebutuhan energi Indonesia yang dirumuskan Dewan Energi Nasional, volume pemakaian minyak dan gas bumi diproyeksikan mengalami peningkatan selama tiga dekade ke depan.
Pada 2020, volume penggunaan minyak sebesar 1,66 juta barel per hari dan volume gas bumi tercatat mencapai 6.557 MMSCFD.
Jumlah itu meningkat menjadi 2,27 juta barel per hari dan 11.728 MMSCFD pada 2030.
Baca juga: Anggota DPR ingin pemerintah percepat komitmen energi terbarukan
Kemudian minyak bumi bertambah lagi menjadi 3,97 juta barel per hari dan gas bumi sebanyak 26.112 MMSCFD pada 2050.
Dalam kurung waktu 30 tahun ke depan, konsumsi minyak naik 138 persen dan konsumsi gas bumi meningkatkan sebanyak 298 persen. Peningkatan kebutuhan migas itu disebabkan peningkatan konsumsi.
"Yang masih percaya EBT menggantikan oil dan gas, itu tidak, yang ada silakan mengsubstitusi berapa pun besarnya tidak akan pernah menggantikan kecuali Indonesia berani membuka nuklir," ucap Rubi yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM periode 2012-2013.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021