Jakarta (ANTARA) - Pakar komunikasi dari Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) Dr Normah Mustaffa mengatakan disinformasi terhadap COVID-19 dapat menghambat penanganan pandemi.
“Disinformasi menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat pada ilmuwan dan pemerintah, yang tentu saja dapat menghambat penanganan pandemi secara keseluruhan,” ujar Normah dalam konferensi virtual “Digital Communication and Information Ecosystem in the Pandemic and Post Pandemic Era : Opportunities and Challenges” yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Terbuka tersebut, Normah menjelaskan selama pandemi terdapat setidaknya 2.000 kekeliruan informasi atau disinformasi yang beredar di internet.
Baca juga: Pentingnya peran masyarakat untuk tangkal hoaks dan disinformasi
Secara keseluruhan disinformasi yang terjadi selama pandemi COVID-19 terbagi menjadi tiga kategori, yakni disinformasi yang berhubungan dengan kesehatan, teori konspirasi dan penipuan.
Disinformasi yang berhubungan kesehatan misalnya ada desas-desus mengenai konsumsi bawang putih mencegah terinfeksi COVID-19, menghindari makanan pedas, konsumsi vitamin C, hingga mengonsumsi air seni sapi.
“Kategori kedua adalah teori konspirasi. Berdasarkan riset dari Pew Research Center sekitar 71 persen penduduk Amerika Serikat terpapar teori konspirasi mengenai virus COVID-19,” tambah dia.
Selanjutnya, pandemi COVID-19 berdampak buruk pada perekonomian global dan menyebabkan jutaan orang menjadi pengangguran. Kondisi itu dimanfaatkan oleh penipu dalam melancarkan aksinya.
Dia menambahkan untuk mengatasi disinformasi itu perlu sejumlah langka seperti deteksi dini terhadap disinformasi, cek fakta, kebijakan publik, multimodalitas, dan transparansi.
Baca juga: Prof Wiku : Perguruan tinggi berperan tangkal disinformasi COVID-19
Pakar komunikasi dari Universitas Terbuka, D Sri Sediyaningsih, mengatakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ibarat dua sisi yang berlawanan. Satu sisi dapat mempermudah penyebaran informasi dan sisi lainnya juga menyebabkan banyak disinformasi yang tersebar di media sosial.
Sri menambahkan meski komunikasi terjadi di ruang maya, komunikasi harus tetap menerapkan prinsip komunikasi yakni dengan penuh cinta, sadar dan terkendali.
“Apa yang disampaikan di media sosial merupakan cerminan dari sikap kita,” imbuh Sri.*
Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah atasi disinformasi vaksin COVID-19
Baca juga: Disinformasi kacaukan upaya negara-negara untuk kendalikan COVID-19
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021