Johannesburg (ANTARA News) - Juara lima kali Brazil mengawali permainan mereka di Piala Dunia Selasa dengan kesukaran mengalahkan Korea Utara, yang tampil dengan semangat tinggi seperti yang dilakukan mereka di Inggris pada 1966.
Sementara dua pemain paling kondang dunia -- Cristiano Ronaldo dan Didier Drogba -- juga tampil untuk pertama kalinya pada hari kelima turnamen itu, tetapi keduanya tidak menciptakan gol ketika Portugal main 0-0 melawan Pantai Gading.
Pada pertandingan lainnya Selasa yang berakhir 1-1 antara tim "underdog" Selandia Baru melawan Slovakia, keduanya sama-sama mendapatkan angka pertama di Piala Dunia.
Ketika masyarakat Afrika sedang berpesta-pora sebagai tuan rumah Piala Dunia untuk pertama kalinya di benua itu, di bagian lain, di Somalia, terjadi perseteruan antara kelompok militan yang menewaskan dua orang karena mencoba menghapus larangan menonton pertandingan di televisi.
Kelompok militan itu juga menahan 35 orang.
Lebih banyak gol
Kendati Piala Dunia masih pada awal-awal permainan, tetapi pendukung dan pecandu mulai gerah karena minimnya gol yang tercipta, dan hanya beberapa pertandingan yang menyuguhkan momen menegangkan.
Setelah 14 pertandingan, jala gawang hanya bergetar 23 kali, rata-rata 1,63 per pertandingan -- di bawah angka rata-rata 2,30 yang terjadi di Jerman pada 2006 dan sebagai rata-rata tertinggi dibanding lainnya.
Ketika tim berusaha mengatasi angka rata-rata itu, Brazil dan Korea Utara menyuguhkan salah satu permainan amat menawan dalam turnamen tersebut.
Membuka kenangan pada kemegahan mereka pada 1966 saat maju ke perempat final, termasuk mengalahkan Italia, Korea Utara menahan permainan tim Samba Brazil hingga babak kedua, memutar balik prediksi pengamat selama ini.
Gol yang tercipta, dianggap sebagai gol terbagus di Afrika Selatan hingga saat ini, dilahirkan bek Maicon yang menusuk dari sudut sulit, ketika memecah kebuntuan gol timnya.
Gol kedua dicetak Elano dan kelihatan pertandingan sudah akan berakhir, tetapi Korea Utara dengan sigap mempertipis kekalahan mereka menjelang akhir permainan.
Tim yang peringkat dunianya paling rendah dalam turnamen itu, mendapat sambutan hangat dari sedikit penonton mereka, tetapi tim negara komunis itu bermain cukup mengesankan di malam dingin di
Stadion Ellis Park di Johannesburg.
Ketika Portugal melawan Pantai Gading, Ronaldo sempat mendekati gawang lawan tetapi bola tendangannya membentur tiang gawang di Port Elizabeth. Drogba tampil sebagai pemain pengganti untuk Pantai Gading kendati masih merasakan masalah di tangannya.
"Membuat hasil imbang melawan tim nomor tiga dunia, tentu amat hebat dan Anda harus bangga dengan itu," kata Drogba.
Hal mengejutkan bagi para tamu asing yang mengharapkan merasakan sinar hangat matahari Afrika, karena mereka disambut udara dingin serta hujan, padahal turnamen itu selalu disiram cahaya matahari sejak 1978, apalagi Durban terletak di bagian negara tropis.
Bangku kosong
Di samping gol minim yang terjadi dalam turnamen itu, bangku kosong juga mewarnai stadion sehingga mengecawakan banyak pihak.
Namun badan sepak bola dunia FIFA mengatakan, turnamen itu merupakan kedua terbanyak dikunjungi orang setelah di Amerika Serikat pada 1994, dan menyalahkan pemegang tiket yang tidak mengembalikan tiket mereka.
Hanya tim Jerman sejauh ini yang menunjukkan kelas permainan Piala Dunia, ketika menang 4-0 atas Australia pada laga Minggu, sehingga hal itu akan menggoyahkan pesaing berat mereka.
Di saat turnamen itu membuat gembira dan bangga masyarakatnya, tuan rumah terperangah dengan kejadian di Durban, ketika polisi harus menembakkan gas air mata ke arah para pekerja yang menuntuk kenaikan gaji mereka.
Polisi mengatakan, mereka mengambil alih tugas keamanan di stadion di Durban, Johannesburg, Cape Town dan Port Elizabeth, karena khawatir dengan masalah kerusuhan itu.
Sedangkan masalah itu, timbul pula kontroversi di antara pelatih dan pemain atas bola baru Piala Dunia yang disebut Jabulani.
Tendangan atas, tendangan bebas dan tendangan jarak jauh, selalu tidak mengarah pada sasaran karena tipisnya udara.
Isu lain tentang hiruk-pikuk suara trompet vuvuzela, yang membuat pelatih tidak dapat berkomunikasi dengan pemain, termasuk antarpemain sendiri.
Tetapi trompet plastik itu, yang mengeluarkan bunyi seperti suara lebah, adalah alat tradisioal penonton lokal. Penutup telinga pun menjadi andalan utama di stadion.
Namun para ofisial, termasuk pelatih Belanda Bert van Marwijk, tetap melancarkan protes atas suara hingar-bingar instrumen Afrika Selatan itu.
(Reuters/A008/A016)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010