"Pertama, Presiden diminta menerbitkan kebijakan penghentian penahanan dalam lembaga bagi kepolisian dan kejaksaan," bunyi keterangan resmi tiga lembaga hukum tersebut yang diterima di Jakarta, Kamis.
Baca juga: ICJR apresiasi pelepasan 30 ribu narapidana
Baik kepolisian maupun kejaksaan bisa memaksimalkan bentuk lain misalnya penangguhan penahanan dengan jaminan, tahanan rumah dan tahanan kota.
Kedua, menerbitkan kebijakan untuk kejaksaan agar melakukan penuntutan dengan memaksimalkan alternatif pemidanaan nonpemenjaraan. Misalnya pidana percobaan dengan syarat umum dan syarat khusus ganti kerugian, pidana denda, rehabilitasi rawat jalan untuk pengguna narkotika.
Selanjutnya, rekomendasi ketiga yakni mengeluarkan kebijakan vaksinasi langsung dan segera bagi seluruh penghuni rutan dan lapas termasuk penghuni rutan selain di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Terakhir, ICJR, IJRS dan LeIP merekomendasikan agar Presiden menerbitkan kebijakan pengeluaran warga binaan pemasyarakatan berbasis kerentanan untuk lanjut usia, perempuan dengan anak atau beban pengasuhan, dengan riwayat penyakit bawaan dan pecandu narkotika.
Empat rekomendasi tersebut merupakan respons ICJR, IJRS dan LeIP atas kebijakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang memperpanjang kebijakan pemberian hak asimilasi di rumah bagi narapidana dan anak.
"ICJR, IJRS dan LeIP sejak dari awal mendukung kebijakan tersebut mengingat kondisi rutan dan lapas yang bisa memburuk dan kolaps kapan saja," tulis rilis tersebut.
Baca juga: Lapas Pariaman diisi 260 persen dari jumlah napi yang seharusnya
Baca juga: Lapas dan Rutan di Kepri kelebihan kapasitas sampai 85 persen
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021