Kimberley, Afrika Selatan, 10/6 (ANTARA/Reuters) - Ketika Mario Sabah dan dua putranya asal Uruguay keluar dari mobil kecil mereka di luar hotel tim nasional negaranya, Kimberley, minggu ini, mereka memenuhi janji kepada Kapten tim Diego Lugano di Turki, setahun lampau.

Pada saat itu, mereka pun telah menempuh perjalanan melewati Iran, Pakistan, Australia, Timor Leste, dan Indonesia sebelum memasukkan mobil Citroen Mehari mereka ke kapal dan berlayar menuju pelabuhan Durban, Afrika Selatan untuk Piala Dunia.

Mario (56), Ismael (28) dan Matias (25), berangkat dari rumah mereka di Montevideo pada Februari 2007 untuk menempuh perjalanan hampir separuh dunia.

Mereka melewati Amerika dan Eropa sebelum tiba di Turki, dimana mereka bertemu dengan Lugano, yang bermain untuk tim Fenerbache.

"Lugano berkata kepada kami, apabila Uruguay lolos ke Piala Dunia, kalian harus berada di sana," ujar Matias. "Kita pun berjanji kepadanya,"

Mereka berada di Australia ketika Uruguay menyingkirkan Kosta Rika pada babak play off untuk berpartisipasi pada putaran final di Afrika Selatan.

"Kemudian kami mengubah tujuan perjalanan kami," ujar Matias.

Pada Rabu (9/6), mereka memeluk Lugano dan rekan setimnya ketika tim Uruguay menuju bus untuk melakukan latihan dengan tujuan kota pertambangan di tengah padang rumput Afrika Selatan.

Perjalanan Keluarga Sabah, dari negeri kecil mereka di Amerika Selatan telah menempuh 100.000 km melewati 41 negara menggunakan mobil 600cc dengan 28 tenaga kuda serta barang bawaan dalam trailer gandengan.

"Kami menjual semua yang kami miliki untuk mewujudkannya," ujar Mario yang sebelumnya memiliki usaha bisnis lampu dan peralatan listrik.

"Perjalanan benar-benar dimulai ketika uang mulai habis. Sebelum semuanya berjalan lancar," katanya.

Satu Mimpi
Dalam perjalanan, mereka sempat menggalang dana kepada para dermawan dan penduduk setempat yang mereka temui dalam perjalanan.

Mobil biru itu pun dihiasi dengan stiker yang mereka beli menggambarkan slogan "Satu Keluarga, Satu Mobil, Satu Dunia, Satu Mimpi."

Di dalam kendaraan yang sempit itulah membuat sesekali terjadi perselisihan antar keluarga ini.

"Kami bertengkar, namun setelahnya kami berpikir lebih dewasa," ujar Matias.

Mereka pun mengalami banyak petualangan, namun Ismael mengingat suatu kejadian, ketika mereka mengalami kedinginan teramat sangat di Kanada dan panas membakar di Pakistan, kejadian itu sangat terekam dalam memorinya.

Tentunya, mereka tidak akan melewatkan semua pertandingan Uruguay, yang akan bermula di Cape Town melawan Perancis, Jumat, yang diikuti lawan tuan rumah Afrika Selatan di Pretoria dan Meksiko di Rustenberg.

Tim Uruguay yang memiliki julukan La Celeste, memiliki rekor membanggakan di ajang Piala Dunia setelah menjadi pemenang pada 1930 dan 1950, walaupun mereka bukan menjadi tim unggulan pada dekade selanjutnya.

Saat ini, dengan performa top para penyerang ditambah dengan kegigihan tradisional ala Amerika Selatan, Uruguay berpeluang lolos ke babak kedua dan mengembalikan kejayaan mereka.

"Kami bukanlah suporter fanatik, namun kami cinta negara kami. Dan tim merupakan bagian dari negara dan kami berada di sini untuk mereka," ujar Matias.

"Jika kami bisa sejauh ini hadir dengan mobil ini, Uruguay pun bisa menjadi juara Piala Dunia," tambahnya.
(S034/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010