Johannesburg (ANTARA News) - Impian itu bermula pada 30 Juli 1994 di kampus Universitas Witwatersrand ketika Irvin Khoza untuk pertama kalinya menyampaikan niat Afrika Selatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.
Khoza ketika itu adalah ketua tim kampanye pemenangan Afrika Selatan dan ia menyampaikan niat tersebut di depan 400 orang yang berkumpul di Auditorium Linder pada acara yang diprakarsai oleh City Press Soccer Forum.
Apa yang dilalui oleh Irvin Khoza dan timnya adalah sebuah jalan panjang berliku, melelahkan karena begitu banyak rintangan yang harus dilalui. Khoza ketika itu yakin bahwa menggelar pesta terbesar itu tidak hanya menjadi harapan rakyat Afrika Selatan, tapi juga seluruh benua Afrika.
"Bagi sebagian besar masyarakat dunia internasional, ide penyelenggaraan Piala Dunia di Afrika Selatan dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal. Apakah Afrika sudah punya SDM untuk menjadi tuan rumah sebagai event yang begitu besar," kata Khoza.
Setelah melakukan persiapan, pada 1996 Afrika Selatan pun mulai mengajukan proposal untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006, dan Danny Jordaan berada di barisan terdepan saat melakukan kampanye.
Setelah mendapat restu dari Presiden FIFA Sepp Blatter yang menyatakan setuju bahwa inilah saatnya benua Afrika menjadi tuan rumah, panitia pun secara resmi mengajukan usulan melalui Konfederasi Sepakbola Afrika (CAF) dan mendapat dukungan penuh sebagian besar anggota.
Tapi Afrika Selatan tidak sendiri karena negara Afrika lainnya juga menyatakan minat mereka. Maka Afsel pun harus bersaing dengan Maroko, Libya, Nigeria, Mesir dan Ghana.
Namun di tengah jalan, yaitu pada 1999, Mesir, Ghana dan Nigeria memutuskan untuk mengundurkan diri, membuat Afrika Selatan tinggal bersaing dengan Maroko yang diatas kertas bisa dikalahkan.
Saingan terberat justru datang dari Jerman yang jauh lebih difavoritkan, disusul Brazil dan Inggris yang menempel ketat meramaikan persaingan.
"Dua puluh empat jam sebelum diumumkan tuan rumah Piala Dunia 2006 di Zurich, Swiss, suasana sangat tegang. Dari benua Afrika, hanya ada dua suara untuk Maroko dan dua suara untuk Afrika Selatan," kenang Khoza.
Pada babak-babak berikutnya, delegasi Afrika Selatan mendengar berita bahwa mereka berhasil mengalahkan Brazil, Maroko dan Inggris. Maka Afrika Selatan pun harus berhadap-hadapan dengan Jerman yang dipimpin oleh Franz Beckenbauer.
Bagi Jerman, Beckenbauer adalah sebuah jaminan dan sudah dianggap seperti nabi dan mereka pun dengan penuh rasa percaya diri jauh-jauh hari sudah yakin akan tampil sebagai pemenang, mengalahkan Afrika Selatan.
"Beckenbauer datang kepada kami dan berujar, "Tuan-tuan, silahkan kemasi barang Anda dan pulang," kata Khoza mengenang saat-saat menegangkan itu.
"Inilah saat-saat yang sulit dilupakan dan semua orang masih teringat ketika Blatter mengumumkan bahwa Piala Dunia 2006 akan digelar di Jerman," kata Khoza.
Jerman unggul dengan selisih hanya satu suara, yaitu 12-11. Tapi yang lebih menyakitkan adalah ketika wakil dari Oceania, yaitu Charles Dempsey memutuskan untuk abstain.
"Setelah mendapatkan hasil tersebut, kami kemudian berkumpul dan berusaha untuk membatalkan mandat kepada Dempsey, kami kecewa, benar-benar kecewa," katanya.
Delegasi Afsel pun meninggalkan Swiss dengan membawa segunung rasa kecewa dan mereka pun melaporkan kegagalan tersebut kepada Nelson Mandela.
Mendegar laporan tersebut, Mandela yang akrab dipanggil Madiba itu hanya menjawab singkat, "Jangan patah semangat, ayo kembali berjuang."
Giliran Afrika
Angin segar pun mulai berembus dan membangkitkan kembali harapan yang sempat hancur ketika Sepp Blatter mengumumkan bahwa FIFA memutuskan untuk menggilir Piala Dunia berdasarkan konfederasi atau benua.
Berarti, Piala Dunia 2010 dipastikan akan berlangsung di Afrika yang selama ini belum pernah mendapat giliran. Afrika Selatan kemudian kembali bersaing dengan empat negara Afrika lainnya, yaitu Mesir, Libya, Tunisia dan Maroko. Maroko kembali menjadi pesaing terberat karena sangat gencar mencari dukungan negara lain.
Afrika Selatan sudah memastikan sembilan suara yang memihak mereka dan kemudian mencoba membujuk Jack Warner, wakil Presiden FIFA ketika itu dan juga Presiden Concacaf.
Tapi Warner tidak bersedia memberikan suara begitu saja.
"Kalau menginginkan suara saya, kalian harus mengajak Mandela berkunjung ke Karibia," kata Warner.
Mandela pun setuju, tapi dokter menegaskan bahwa Mandela tidak dalam kondisi sehat untuk mengadakan perjalanan jauh ke Karibia. Setelah melalui perdebatan alot, akhirnya diputuskan untuk tetap mengajak Mandela dengan pesawat khusus, tim dokter serta peralatan khusus untuk menjaga kesehatan Mandela selama dalam perjalanan panjang mengarungi Samudera Atlantik.
Semua perjuangan tersebut dilakukan hanya untuk satu tujuan, yaitu mendapatkan suara Jack Warner.
Afrika Selatan memang memperlihatkan usaha yang sungguh-sungguh untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010. Tidak tanggung-tanggung, sehari menjelang pengumumkan pemenang di Zurich, delegasi Afrika Selatan secara khusus didampingi oleh Mandela, FW de Klerk dan Uskup Desmond Tutu.
Seluruh perjuangan panjang dan berliku, dan juga diwarnai dengan kekecewaan tersebut akhirnya berbuah manis ketika Blatter membuka amplop dan mengumumkan bahwa Afrika Selatan dinyatakan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010, menyingkirkan Maroko dan Mesir.
Jalan panjang telah dilalui oleh Afrika Selatan dan sekarang saatnya mereka membuktikan kepada dunia bahwa pilihan mereka tersebut tidak salah. (A032/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010