Jakarta (ANTARA) - Pakar ilmu kesehatan Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan sejumlah negara di dunia memiliki sikap beragam terhadap Ivermectin sebagai obat untuk menyembuhkan pasien COVID-19.
"World Health Organization (WHO) pada 31 Maret 2021 menyatakan bahwa Ivermectin hanya bisa dipakai untuk mengobati COVID-19 dalam konteks penelitian uji klinik," katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran UI itu mengatakan WHO sengaja membentuk panel ahli internasional dan independen untuk menganalisa data dari 16 uji “randomized controlled trials” Ivermectin dengan total 2.407 sampel, termasuk pasien COVID-19 yang rawat inap dan rawat jalan.
Baca juga: Ahli: Masyarakat agar tidak percaya klaim sepihak obat ivermectin
Dikatakan Tjandra panel ahli menganalisa bukti ilmiah Ivermectin seperti parameter menurunkan kematian, mempengaruhi angka penggunaan ventilasi mekanik, perlu tidaknya dirawat di rumah sakit dan waktu penyembuhan penyakit.
"Hasil analisa panel ahli WHO menunjukkan 'very low certainty', antara lain karena keterbatasan metodologi penelitian, jumlah sampel yang terbatas dan terbatasnya kejadian yang dianalisa. Maka WHO hanya merekomendasi penggunaannya pada kerangka uji klinik," katanya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Amerika Serikat, kata Tjandra, pada 11 Februari 2021 menyatakan belum cukup data untuk menggunakan atau tidak menggunakan Ivermectin untuk mengobati COVID-19.
"Diperlukan suatu penelitian yang benar-benar didesain dengan baik, cukup kuat dan diselenggarakan dengan baik untuk dapat memberi kesimpulan berbasis bukti ilmiah untuk menentukan peran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19," katanya.
Tjandra mengatakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat menyatakan tidak menyetujui penggunaan Ivermectin untuk pengobatan dan pencegahan COVID-19. "Pernyataan itu disampaikan FDA pada 5 Mei 2021," katanya.
Baca juga: Belum ada bukti ilmiah ivermectin bisa mengobati COVID-19
Di benua Eropa, kata Tjandra 'European Medicine Agency (EMA)' dalam pernyatannya pada 23 Maret 2021 menyimpulkan bahwa sejauh ini data yang tersedia tidaklah mendukung penggunaan Ivermectin untuk COVID-19. "Kecuali untuk digunakan pada uji klinik dengan desain yang baik," katanya.
Tjandra mengatakan India sudah tidak mencantumkan penggunaan obat ivermectin lagi dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh “Directorate General of Health Services, Ministry of Health & Family Welfare, Government of India” pada 27 Mei 2021.
"Pada dokumen sebelumnya versi tanggal 24 Mei 2021 masih tercantum rekomendasi penggunaan ivermectin dan atau hydroxychloroquine untuk kasus COVID-19 yang ringan, di mana kedua obat ini tidak tercantum lagi dalam versi yang kini versi terakhir, yaitu 27 Mei 2021," katanya.
Tjandra menambahkan Jurnal 'American Journal of Therapeutics' yang terbit pada 17 Juni 2021 mempublikasikan bahwa ada bukti moderat terjadi penurunan besar angka kematian akibat COVID-19 dengan menggunakan Ivermectin.
"Penggunaan Ivermectin di fase awal penyakit mungkin dapat mengurangi progresifitas menjadi berat," kata Tjandra.
Sementara di Inggris, kata Tjandra, baru akan akan melakukan penelitian berskala besar dengan ribuan relawan untuk menilai kemungkinan dampak Ivermectin pada upaya mempercepat penyembuhan pasien.
"Apakah menurunkan beratnya penyakit dan apakah dapat mencegah pasien harus dirawat di rumah sakit," ujarnya.
Baca juga: IAI belum rekomendasikan Ivermectin untuk cegah COVID-19
Baca juga: BPOM temukan produsen Ivermectin langgar CPOB dan CDOB
Baca juga: BPOM sebut penggunaan Ivermectin sesuai resep dokter
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021