"Dia seharusnya datang bersama rombongan Kloter 53 pada Minggu (20/12) pukul 07.56 WIB, namun akhirnya tertunda," kata anggota Humas PPIH Debarkasi Surabaya H.N.Y. Shirotol Mustaqim di Surabaya, Senin.
Hingga kini, katanya, petugas Daker (daerah kerja) Madinah masih mengurus paspor H. Saroni yang hilang di Bandara AMMA Madinah itu.
"Sebenarnya, ada dua haji dari Kloter 53 yang paspornya hilang, namun satu orang sudah selesai diproses kehilangannya, sehingga yang bersangkutan masih bisa ikut pulang dengan Kloter 53," katanya.
Sementara Saroni Marzuki Abdul Mukhid terpaksa harus pulang dengan kloter berikutnya yang kebetulan ada kursi kosong, yakni Kloter 54 dari Kabupaten Sidoarjo yang tiba pada hari Minggu (20/12) pukul 10.32 WIB.
"Kasus kehilangan paspor itu sudah berkali-kali terjadi, baik di Tanah Suci maupun di Tanah Air. Misalnya, H. Umar jamaah asal Kabupaten Gresik yang datang pada Kamis (17/12) pukul 21.49 WIB yang sempat kehilangan paspor karena jatuh di gudang asrama haji, tetapi beruntung ditemukan petugas," katanya.
Menurut dia, pengalaman agak lucu dialami H. Zainuddin bin Bakar Nursyam (44) dari Kloter 42 yang mendarat di Bandara Juanda pada Rabu (16/12) pukul 13.54 WIB.
"Saat tiba di asrama haji dan jemaah diminta segera mengumpulkan paspor dan buku kesehatannya, ternyata ada seorang haji yang kebingungan karena tidak mendapati tas paspornya, lalu dicari-cari pun tetap tidak ketemu," katanya.
Hal itu akhirnya diketahui petugas, sehingga petugas maskapai penerbangan Garuda juga langsung melakukan kontak ke bus Damri yang mengangkut jemaah haji dan sudah kembali ke markasnya di Jagir, Surabaya.
"Ternyata perkiraan itu betul, tas paspor dari haji bernama Zainuddin itu ditemukan di bawah kursi bus nomor 10, sehingga petugas Garuda langsung meluncur ke markas Damri di Jagir untuk mengambil tas paspor tersebut," katanya.
Ia mengimbau jemaah haji untuk hati-hati dalam menyimpan paspor, karena paspor yang dipakai sekarang berlaku untuk lima tahun, sehingga dapat digunakan untuk ke luar negeri atau ke negara lain. (*)
Editor: Ricka Oktaviandini
Copyright © ANTARA 2009